Minggu, 22 Januari 2017

Contoh Proposal Penelitian di Masyarakat tentang HIV/AIDS



BAB I
MASALAH

A.    Latar Belakang
HIV/AIDS merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan belum ada obatnya. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan di sekeliling penderita.
Secara fisiologis, HIV menyerang system kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah dengan stress psikososial spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian.
Menurut Ross (1997) jika stress dapat mencapai tahap kelelahan, maka dapat menimbulkan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat terjadinya HIV/AIDS.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617 orag dan AIDS 6.987 orang ( Media Indonesia, 2006 ).
Dari data Dinas Kesehatan provinsi Jawa Tengah menunjukkan sejak januari-September 2012, 110 kasus HIV/AIDS tercatat di Semarang dan menjadikannya sebagai kota tertinggi jumlah penderita AIDS di Jawa Tengah. Di Provinsi Jawa Tengah dari Januari-September 2012 tercatat 108 penderita meninggal dunia. Jumlah kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah mencapai 946 orang dan 580 di antaranya sudah positif HIV.
Dengan demikian, kami tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengatasi masalah terkait HIV/AIDS. Peran perawat disini meliputi pemenuhan kebutuhan psikologis, strategi koping, pemberian dukungan social, dan dukungan spiritual kepada pasien yang dapat memberikan pengaruh positif selama menjalani perawatan. Prinsip asuhan keperawatan dalam meningkatkan imunitas pasien HIV/AIDS melalui pemenuhan kebutuhan biologis, psikologis, social dan spiritual.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit HIV atau AIDS?
2.      Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang penularan penyakit HIV atau AIDS?
3.      Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit HIV atau AIDS?
C.     Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui apakah masyarakat telah mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS.
2.      Untuk mengetahui apakah masyarakat telah mengetahui tentang penularan penyakit HIV/AIDS.
3.      Untuk mengetahui apakah masyarakat telah mengetahui tentang pencegahan penyakit HIV/AIDS.

BAB II
FORMULASI MASALAH
1.      Apakah tingkat pendidikan masyarakat berpengaruh terhadap pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS?
Dengan mengetahui apakah tingkat pendidikan berpengaruh atau tidak terhadap penyakit HIV/AIDS, maka kita melakukan penelitian untuk memastikan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan HIV/AIDS.
2.       Apakah budaya masyarakat berpengaruh terhadap pengetahuan terhadap penyakit HIV/AIDS?
Maka dari itu kita melakukan penelitian terhadap 30 orang yang berkaitan langsung dengan penyakit HIV/AIDS.
3.       Apakah informasi berpengaruh terhadap pengetahuan terhadap penyakit HIV/AIDS?
Sumber informasi yang kurang terjangkau menjadi penyebab masyarakat kurang mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS, maka dari itu kami melakukan penelitian.
4.      Apakah peralatan (sarana komunikasi) berpengaruh terhadap pengetahuan terhadap penyakit HIV/AIDS?
Masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah terpencil kurang mendapat akses informasi terutama melalui media televisi ataupun handphone, maka dari itu kami melakukan penelitian ke daerah-daerah tersebut agar memperoleh informasi yang jelas mengenai gambaran pengetahuan masyarakat di wilayah tersebut.
BAB III
STUDI KEPUSTAKAAN
HIV/AIDS
1.            Pengertian
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Dari setiap kata katanya kita dapat menjelaskan kejelasan tentang AIDS yaitu :
a.             Acquired : Diperoleh / didapatkan dari luar tubuhnya. Artinya AIDS bukan merupakan penyakit keturunan. AIDS hanya ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui berbagai cara penularan.
b.            Immune : Kebal atau terlindungi. Tubuh kita memiliki sistem kekebalan tubuh yang dapat menangkal berbagai penyakit  seperti flu, batuk, demam dan lain lain. Sistem kekebalan tubuh kita akan menangkal penyakit dengan membentuk antibody
c.             Deficiency : Kekurangan. Dalam AIDS kata deficiency dilekatkan dengan kata immune, artinya tubuh kekurangan kekebalannya untuk melindungi diri dari bakteri dan penyakit secara efektif.
d.            Syndrome : Sekumpulan simptom - simptom yang menunjukkan adanya penyakit dalam tubuh kita. Dalam hal AIDS, ini berarti dalam tubuh kita sudah ada virus HIV dan tubuh kita sudah mengalami penurunan kekebalan tubuh yang membuat kita rentan terhadap infeksi infeksi oportunistik, seperti TBC, Meningitis, dan lymphoma
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency virus. yang masing masing katanya mengandung arti yaitu :
a.       Human : manusia. Virus ini hanya menyerang manusia. Jadi, HIV hanya menular antar manusia. Binatang seperti monyet, kelinci, kucing, nyamuk tidak akan menularkan HIV
b.       Immunodeficiency : kekebalan tubuh yang menurun.
c.        Virus : benda yang sangat kecil yang dapat menularkan penyakit.
2.            Etiologi
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.
3.            Manifestasi Klinis
Orang yang terinfeksi HIV pada awalnya tidak menunjukan gejala secara jelas, Orang yang terinfeksi virus HIV mungkin tidak terlihat bahkan tidak merasa sakit. Namun pada orang dewasa apabila menderita gejala seperti Batuk kering atau flu yang tidak kunjung sembuh-sembuh, dan terinfeksi TB paru yang tidak sembuh sembuh setelah pengobatan (rentan bisa tertular HIV), diare, sariawan atau sakit tenggorokan yang tidak sembuh sembuh sampai bulanan,lemah, ruam pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, pembengkakan kelenjar tidak sembuh-sembuh, berat badan yang terus turun harus diwaspadai dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan screening untuk HIV, yaitu dengan pemeriksaan CD4. CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD 4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol). HIV menjadi AIDS membutuhkan jangka waktu yang lama. HIV akan berkembang menjadi AIDS jika penderita tersebut menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang-kurangnya 2 gejala mayor dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV. Gejala mayornya adalah berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan gangguan neurologis, demensia/ HIV ensefalopati. Sedangkan gejala minornya adalah batuk menetap lebih dari 1 bulan, kelainan kulit (dermatitis generalisata),herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang, kandidias orofaringeal, herpes simpleks kronis progresif, limfadenopati generalisata, infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
4.            Epidemiologi
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
5.            Patofisiologi
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya (Price & Wilson, 1995).
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistik (Brunner & Suddarth, 2001).
Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Brunner & Suddarth, 2001).
6.            Pencegahan
a.       Hindari Kontak dengan Darah yang terinfeksi HIV
Cara yang paling umum untuk menularkan HIV adalah melalui kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi HIV. Transfusi, atau kontak dengan luka, dapat menyebabkan virus menyebar dari satu orang ke orang lain. Transmisi dengan darah dapat dengan mudah dihindari melalui tes darah dan menghindari kontak dengan luka jika seseorang positif terinfeksi HIV, jika Anda harus berurusan dengan luka dari pengidap HIV/ AIDS, pastikan untuk memakai pakaian pelindung seperti sarung tangan karet.
b.      Hati-hati dengan Jarum suntik dan peralatan Bedah
Obat infus, jarum suntik dan peralatan tato dapat menjadi sumber infeksi HIV. Jarum tato senjata,, dan pisau cukur adalah alat yang berpaparan langsung dengan darah orang yang terinfeksi. Berikut adalah beberapa hal yang harus Anda perhatikan ketika menggunakan jarum dan peralatan bedah:
1)      Jangan menggunakan kembali Alat suntik sekali pakai.
2)      Bersihkan dan cuci peralatan bedah sebelum menggunakannya.
3)      Jika Anda ingin tato, pastikan itu dilakukan oleh sebuah toko tato bersih dan sanitasi.
4)      Hindari penggunaan obat-obat terlarang dan zat yang dikendalikan intravena.


c.       Gunakan Kondom
Cara lain untuk penularan HIV adalah melalui kontak seksual tidak terlindungi. kondom adalah baris pertama pertahanan Anda untuk menghindari terinfeksi HIV. Hal ini sangat penting untuk menggunakan kondom saat berhubungan seks, tidak hanya akan mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV, tetapi juga dapat melindungi diri dari infeksi menular seksual lainnya. kondom Lateks adalah yang terbaik, tetapi Anda juga dapat menggunakan kondom polyurethane. Jangan menggunakannya kembali dan pastikan bahwa tidak ada yang rusak di hambatan saat menggunakannya.
d.      Hindari Seks Bebas
HIV dan AIDS yang lebih lazim untuk orang dengan banyak pasangan seksual. Jika Anda hanya memiliki satu pasangan seksual, Anda secara dramatis dapat meminimalkan kemungkinan tertular HIV atau mendapatkan AIDS. Namun itu tidak berarti bahwa Anda dapat berhenti menggunakan kondom, Anda masih harus melakukan seks dilindungi bahkan jika Anda setia pada pasangan seksual Anda.


BAB IV
HIPOTESA
1.            Masyarakat yang berlatar pendidikan SD tingkat pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS rendah di bandingkan dengan masyarakat yang berlatar pendidikan SMA atau di atasnya.
2.            Masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah yang kurang mendapat informasi, kurang mendapat pendidikan tentang penyakit HIV/AIDS di banding masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan sumber informasi.
3.            Masyarakat yang memiliki budaya atau kebiasaan hidup dengan seks bebas lebih rentan terkena HIV/AIDS di bandingkan dengan masyarakat yang berbudaya teratur dan memiliki kebiasaan sehat.


BAB V
PENGUMPULAN DATA
1.      Sample 10 orang di ambil dari masyarakat yang menderita HIV/AIDS dengan cara memberikan quesioner tentang pertanyaan yang berkaitan dengan penyakit HIV/AIDS, serta observasi terhadap lingkungan penderita HIV/AIDS.
2.      Sample 10 perawat di RSUD Banyumas dengan memberikan questioner tentang pencegahan penyakit dan pengobatan yang selama ini di lakukan oleh perawat untuk mengatasi HIV/AIDS.
3.      Sample 10 orang di ambil dari masyarakat wilayah Cilacap tentang gambaran pengetahuan mereka tentang penyakit HIV/AIDS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar