Sabtu, 21 Januari 2017

Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Resiko Perilaku Kekerasan



BAB I
PENDAHULUAN

A.          LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147). Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di elakkan dan sering menimbulkan suatu tekanan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.

B.           TUJUAN
1.      Tujuan umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mampu memahami Asuhan Keperawatan Dasar pada Ny. J dengan resiko perilaku kekerasan.
b.      Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. J dengan resiko perilaku kekerasan.
c.       Mampu merumuskan diagnose keperawatan pada Ny. J dengan resiko perilaku kekerasan.
d.      Mampu menentukan intervensi pada Ny. J dengan resiko perilaku kekerasan.
e.       Mampu melakukan implementasi pada Ny. J dengan resiko perilaku kekerasan.
f.       Mampu melakukan evaluasi padaNy. J dengan resiko perilaku kekerasan.
g.      Mampu mendokumentasikan semua tindakan asuhan keperawatan pada Ny. J dengan resiko perilaku kekerasan.
BAB II
KONSEP DASAR

A.    PENGERTIAN
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang seccara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, oranglain, maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan rasa kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, oranglain maupun lingkungan (Townsend, 1998).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik psikologis (Budiana Keliat, 1999). Perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan control diri individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart and Sundeen, 1998).
B.     JENIS
Jenis - jenis perilaku kekerasan antara lain sebagai berikut :
1.      Kekerasan Fisik
Bentuk ini paling mudah dikenali. Terkategori kekerasan sebagai kekerasan jenis ini adalah menampar, menendang, memukul/meninju, mencekik, dll. Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban.
2.      Kekerasan Psikis
Bentuk ini tidak mudah dikenali. Akibat yang dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang Nampak jelas bagi oranglain. Akan tetapi berpengaruh pada situasi perasaan, tidak aman dan nyaman, serta menurunnya harga diri dan martabat korban.
C.     PENYEBAB
Perilaku kekerasan atau amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada oranglain.
Pada pasien gangguan jiwa perilaku kekerasan ini bisa disebabkan oleh adanya perubahan sensori persepsi berupa halusinasi, baik dengar, visual maupun lainnya. Klien merasa di perintah oleh suara-suara atau beyangan yang mengejeknya.
D.    FAKTOR PRESIPITASI
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputuasaan, ketidakberdayaan, percaya diri kurang), lingkungan (rebut, padat kritikan, yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain (Budiana Keliat, 2004).
E.     FAKTOR PREDISPOSISI
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi factor predisposisi yang mungkin/tidak mungkin terjadi jika factor tersebut dialami oleh individu :
1.      Psikologis, kgagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
2.      Perilaku, reinforcement yang diterima ketika melakukan tindakan kekerasan sering mengobservasi kekerasan maupun aspek yang menstimulus/mengadopsi perilaku kekerasan.
3.      Social budaya, budaya tertutup, control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
4.      Bioneurologis, kerusakan system limbic, lobus frontal dan temporal, ketidakseimbangan neurotransmitter.

F.      MANIFESTASI KLINIS
Menurut Boyd dan Nihart (1998) klien dengan perilaku kekerasan senang menunjukkan tanda dan gejala sebagai berikut :
Data Objektif :
1.      Muka merah
2.      Pandangan tajam
3.      Otot tegang
4.      Nada suara tinggi
5.      Berdebar
6.      Sering memaksakan kehendak
7.      Memukul jika tidak senang
Data Subjektif :
1.      Mengeluh perasaan terancam.
2.      Mengungkapkan perasaan tidak berguna.
3.      Mengungkapkan perasaan jengkel.
4.      Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak, bingung.
G.    PENATALAKSANAAN
1.      Anti ansietas dan hipnotik sedative, misalnya diazepam.
2.      Anti depresan
3.      Mood stabilizer
4.      Anti psikotik
5.      Obat lain
H.    PSIKOPATOLOGI
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001) menyatakan paling tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan sekitar ada 480 juta orang di dunia mengalami gangguan keehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 % - 0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004) dalam Carolina 2008. Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 % mengalami gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan yang ada pada pasien perilaku kekerasan di lakukan dalam 5 kali pertemuan. Pada setiap pertemuan, pasien memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah ke dalam jadwal kegiatan. Di harapkan pasien akan berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah dibuat dan akan di evaluasi oleh perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, akan dinilai tingkat kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya yaitu mandiri, bantuan atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri jika klien melaksanakan kegiatan tanpa di bombing dan tanpa di suruh. Bantuan, jika pasien sudah melakukan kegiatan tetapi belum sempurna dan dengan bantuan, pasien dapat melaksanakan dengan baik. Tergantung, jika pasien sama sekali belum melaksanakan dan tergantung pada bimbingan perawat (Budiana Keliat, 2001).

I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Resiko mecederai diri sendiri, oranglain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan atau amuk.
2.      Perilaku kekerasan berhubungan denga gangguan konsep diri : harga diri rendah.
J.       RENPRA/INTERVENSI
1.      TUM
Klien tidak mencederai diri sendiri, oranglain dan lingkungan dengan manajemen kekerasan.
2.      TUK
a.       Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1)      Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat, dan jelaskan tujuan interaksi.
2)      Panggil nama klien yang disukai.
3)      Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab kekerasan.
1)      Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
2)      Bantu klien mengungkapkan perasaan kesal/jengkel.
3)      Dengarkan ungkapan rasa marah klien dengan sikap tenang.
c.       Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan (tanda-tanda).
1)      Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan di rasakan saat jengkel.
2)      Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
3)      Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami.
d.      Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
1)      Anjurkan klien mengungkapkan perasaan/ perilaku kekerasan yang biasa di lakukan.
2)      Bantu bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3)      Tanyakan “ apakah cara yang dilakukan masalahnya selesai ? “
e.       Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
1)      Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan.
2)      Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan.
3)      Tanyakan apakah ingin mempelajari cara yang baru dan sehat.
f.       Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
1)      Berikan pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
2)      Diskusikan cara lain yang sehat secara fisik, tarik nafas dalam, jika sedang kesal dengan berolahraga, memukul bantal/kasur.
3)      Secara verbal, katakan bahwa anda sendang marah.
4)      Secara spiritual, berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan supaya diberi kesabaran.
g.      Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
1)      Bantu memilih cara yang tepat.
2)      Bantu mengidentifikasi akibat dari cara yang dipilih.
3)      Bantu menstimulasi cara yang telah dipilih.
4)      Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam stimulus.
5)      Anjurkan menggunakan cara positif yang telah dipilih.
h.      Kien mendapat dukungan dari keluarga.
1)      Berikan pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
2)      Berikan reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i.        Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
1)      Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek samping).
2)      Bantu klien mengungkapkan obat dengan 5 benar minum obat (obat, dosis, cara, pasien, waktu).
3)      Anjurkan untuk membicarakan efek samping yang dirasakan.
 


STRATEGI PELAKSANAAN
PERTEMUAN 1
PADA NY. J DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG SHINTA RS JIWA GRHASIA JOGJAKARTA

A.    PROSES KEPERAWATAN
1.      Kondisi klien marah, mengamuk, muka merah, bicara nglantur, mata melotot.
2.      Diagnosa keperawatan : resiko perilaku kekerasan.
3.      Tujuan : klien dapat menunjukkan hubungan peran sesuai tanggungjawab.
4.      Tindakan keperawatan :
a.       Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b.      Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
c.       Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukannya.
d.      Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
e.       Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
f.       Membantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik dengan nafas dalam dan pukul bantal.
g.      Menganjurkan klien untuk memasukkan dalam kegiatan harian.
B.     STRATEGI KOMUNIKASI
1.      Fase Orientasi
a.       Salam terapeutik
Assalamu’alaikum mba, perkenalkan nama saya…. Mba namanya siapa ya? Sukanya di panggil apa?
b.      Validasi
Bagaimana perasaan mba hari ini? Bagaimana dengan perasaan marahnya, apakah masih merasa kesal?
c.       Kontrak
Bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang perasaan marah mba? Berapa lama kita mau bincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang makan saja mba?
2.      Fase Kerja
Apa penyebab marah mba? Apakah mba sebelumnya pernah marah seperti ini? Terus penyebab marahnya mba apa? Samakah dengan yang sekarang? Mba, saat penyebab marah itu muncul, apa yang mba rasakan? (Tunggu respon klien) Apakah mba merasa kesal dan dada mba berdebar-debar? Mata melotot, rahang terkatup rapat dan tangan mau ditekuk? Setelah itu apa yang mba lakukan? Oh ya.. jadi mba mengamuk, memecahkan piring ya mba, apakah dengan cara itu mba marah? Apa cara tersebut menurut mba benar? Ayah mba dan adik mba marah dan takut, menurut mba apakah perbuatan mba itu lebih baik? Maukah mba belajar cara mengungkapkan kemarahan mba dengan baik tanpa menimbulkan kerugian? Ada beberapa cara mengontrol marah dengan baik mba, yang pertama dengan nafas dalam, yang kedua dengan pukul bantal, yang ketiga berbicara dengan baik, dan yang keempat dengan beribadah/berdoa, dan yang kelima dengan minum obat dengan benar dan teratur. Bagaimana kalau kita belajar cara pertama dulu? Yaitu dengan tarik nafas dalam. Begini mba, “ kalau tanda-tanda marah sudah mba rasakan maka mba dapat dengan berdiri ataupun duduk lalu tarik nafas dalam-dalam dari hidung, tahan sebentar, keluarkan lewat mulut.. bagus mba, iya mba bagus sekali..
3.      Fase Terminasi
Bagaimana perasaan mba setelah berbincang-bincang tentang kemarahan dan cara belajar mengontrol marah mba?
Tadi mba sudah mempraktekkan tarik nafas dalam dengan bagus.
Coba mba ulangi sekali lagi mba, iya bagus sekali.
Coba nanti mba ingat – ingat lagi penyebab marah mba ya?
Besok kita bincang-bincang lagi ya mba? Mau dimana? Di ruang makan saja ya? Jam 10 saja ya mba? Sekarang saya permisi dulu, sampai jumpa besok ya mba?


STRATEGI PELAKSANAAN
PERTEMUAN KEDUA
PADA NY. J DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG SHINTA RS JIWA GRHASIA JOGJAKARTA

A.    PROSES KEPERAWATAN
1.      Kondisi klien cukup.
2.      Diagnose keperawatan : resiko perilaku kekerasan.
3.      TUK : klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
4.      Tindakan keperawatan :
a.       Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b.      Melatih klien mnegontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal.
c.       Menganjurkan klien memasukkan ke jadwal kegiatan harian.
B.     STRATEGI PELAKSANAAN
1.      Fase Orientasi
Selamat pagi mba, masih ingat dengan saya? Mba masih suka di panggil mba….? Baik mba, sesuai dengan janji kita kemarin, saya akan membantu mba untuk menyelesaikan masalah yang mba alami. Sebelumnya, bagaimana perasaan mba saat ini? Apakah ada hal yang membuat mba marah hari ini? Baik mba, nanti kita akan berbincang-bincang tentang cara mengontrol marah dengan pukul bantal. Baik mba, mau dimana? Disini saja ya, nanti waktunya kira-kira 15 menit dari sekarang.
2.      Fase Kerja
Begini mba, apabila ada yang menyebabkan mba marah dan kesal, hal apa yang mba lakukan? Baik, sekarang saya akan mengajarkan mba untuk mengontrol marah mba dengan melakukan pukul bantal/ kasur. Jadi, kalau mba ingin marah, mba dapat melampiaskannya melalui bantal. Sekarang saya contohkan dulu ya mba? Ya, saya sudah mencontohkannya, sekarang coba mba mempraktekkannya lagi yang sudah saya contohkan tadi. Ya, bagus sekali. Mba sudah bisa mempraktekkannya. Cara ini bisa dilakukan secara rutin dan mba bisa memasukkannya ke dalam jadwal harian mba ya.
3.      Fase Terminasi
Bagaimana perasaan mba setelah kita berbincang-bincang dan mempraktekkan teknik tadi? Jadi kalau mba sedang marah, kesal dan emosi, mba bisa melakukan cara tadi ya? Agar emosi mba terlampiaskan. Mba, jangan lupa untuk memasukkan kegiatan tadi ke jadwal harian. Besok kita ketemu lagi ya untuk membahas cara mengontrol marah dengan berbincang-bincang. Mba, besok mau jam berapa? Jam 10 saja ya, di ruang makan. Sampai jumpa besok lagi ya mba, selamat beristirahat.

A.    PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 22 Juli 2013 pukul 09.00
Klien bernama Ny. J, berumur 44 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan SD, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, beragama islam, alamat sleman, pasien masuk pada tanggal 18 juli 2013 dengan no.cm 024870.
Klien masuk rumah sakir karena klien mengatakan mengamuk.
Klien pernah dirawat di RSJ Grhasia Jogja sudah 2 kali saat tahun 2007, klien berhenti minum obat selama di rumah.
Klien mnegatakan marah ke orangtuanya karena orangtuanya sering melarangnya untuk membersihkan rumah dan cerewet.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan hasil antara lain keadaan umunya cukup, tingkat kesadaran kompos mentis, TD = 110/80 mm Hg, nadi = 84x/menit, suhu = 36o c, respirasi 22x/menit, berat badan klien 48 kg dengan tinggi badan 155 cm, keluhan fisik tidak ada.
Klien adalah anak kedua dari 4 bersaudara, klien tinggal serumah dengan orangtuanya serta kedua anaknya. Di dalam keluarga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
Konsep Diri
Klien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya, klien seorang perempuan berumur 44 tahun dan sudah menikah, di keluarga, klien berperan sebagai kakak maupun adik, klien adalah anak kedua dari 4 bersaudara, klien mnegatakan ingin cepat sembuh dan ingin cepat pulang untuk mengurus anaknya, di masyarakat klien merasa dihargai terbukti dengan klien suka mengobrol dengan tetangga di rumah, saat di rumah sakit pasien juga suka bercerita dengan teman di sampingnya.
Hubungan Sosial
Hubungan social klien selama di rumah antara lain klien mengatakan paling dekat dengan ayahnya. Klien mengatakan ingin pulang ke rumah ayahnya yang di Jawa Timur.
Selama di rumah sakit klien dekat dengan semua teman yang ada di ruangannya, klien lebih sering mengobrol dengan Ny. G yang tidurnya bersebelahan dengannya. Klien suka duduk di ruang tengah untuk mendengarkan music.
Klien mengatakan beragama islam.
Status mental pasien antara lain :
Penampilan fisik klien antara lain klien berambut pendek, rambut bersih dan beruban, gigi rapih dan bersih, penampilan umum baik.
Pembicaraan
Klien dapat memulai pembicaraan, klien berbicara berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicaraan.
Aktivitas motorik pasien normal.
Alam perasaan
Pasien mengatakan ingin segera pulang, karena ingin bertemu dengan anak-anaknya.
Afek
Saat dilakukan wawancara, klien menunjukkan perubahan roman muka, seperti tersenyum. Respon klien tepat, dan sesuai dengan pertanyaan maupun jawaban.
Interaksi Klien selama wawancara
Interaksi klien selama wawancara kooperatif, klien dapat mempertahankan kontak mata.
Persepsi
Klien mengalami halusinasi pendengaran.
Proses Pikir
Klien mau mengobrol walaupun bicaranya berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan.
Isi Pikir
Klien tidak mengalami waham.
Tingkat kesadaran klien, orientasi terhadap orang = sedang, orientasi waktu = baik, orientasi tempat = baik, orientasi situasi = baik. Klien sering terlihat diam dan suka di kamar.
Memori
Daya ingat jangka panjang klien baik, terbukti saat ditanya tentang keluarganya klien dapat menjawab.
Daya ingat jangka pendek klien juga baik terbukti dengan saat klien di tanya mengapa masuk ke rumah sakit klien dapat menjawabnya, klien mengatakan klien mengamuk di rumah.
Daya ingat klien saat ini baik terbukti dengan saat di ajarkan cara mengontrol marah dengan teknik nafas dalam, klien dapat mempraktekkannya.
Tingkat kesadaran dan Konsntrasi Berhitung
Konsentrasi klien mudah dialihkan dan perhatian klien mudah berganti dari satu objek ke objek lain.
Kemampuan Penilaian
Pasien dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan oranglain.
Daya Tilik Diri
Klien mngetahui saat ini berada di rumah sakit tetapi klien tidak menyadari penyakitnya.
Kebutuhan Persiapan Pulang Klien antara lain :
Makan/minum
Klien dapat makan/minum sendiri, makan 3 kali sehari, klien dapat memenpatkan alat makan dan minum secara mandiri.
BAB/BAK
Klien mampu mengontrol BAB/BAK di tempatnya yang sesuai serta membersihkan WC. Pasien mampu membersihkan diri dan merapihkan pakaian secara mandiri.
Mandi
Pasien mampu untuk mandi, sikat gigi, keramas secara mandiri.
Berpakaian / berdandan
Pasien dapat berpakaian dengan baik.
Istirahat/tidur
Pasien mengatakan tidak dapat tidur siang, tetapi dapat tidur denga nyenyak saat malam hari. Pasien dapat merapihkan tempat tidurnya secara mandiri.
Penggunaan obat
Pasien berkenan minum obat dengan di awasi oleh perawat
Pemeliharaan kesehatan
Pasien mendapat perawatan lanjutan / control rutin di RSJ Grhasia
Kegiatan di dalam rumah
Klien mampu merapihkan rumah, bersih-bersih, mencuci pakaian dan piring, dan mengatur kebutuhan secara mandiri.
Kegiatan di luar rumah
Klien mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga secara mandiri.
Kesiapan lingkungan
Keluarga, tetangga dan masyarakat di sekitar klien dapat menerima klien kembali.
Mekanisme Koping
Adaptif
Ketika ada masalah., klien biasanya menceritakan kepada oranglain.
Maladaptive
Saat ada masalah, klien terkadang marah-marah dan mengamuk.
Masalah Psikososial
Keluarga tidak mau menerima klien jika klien masih mengamuk dan marah-marah pada orangtuanya.
Pengetahuan
Klien tidak mengetahui tentang factor penyebab kekambuhan dan manajemen koping yang baik.
Aspek medic
Diagnose Medik F 20.3
Program terapi obat yang diberikan
Persidal 2 mg 1 – 0 – 1
THP 2 mg 1 – 0 – 1
CPZ 25 mg 0 – 0 – 1
Masalah Keperawatan yang muncul
Resiko perilaku kekerasan
Halusinasi
B.     ANALISA DATA
Tanggal 22 Juli 2013
1.      Data Subjektif :
Klien mengatakan merasa kesal dan marah dengan orangtuanya karena klien merasa tindakannya dilarang-larang oleh ibunya.
Klien mengatakan tidak suka terhadap ayahnya karena ayahnya sering mengatur klien.
Klien mengatakan sering adu mulut dengan orangtuanya.
Data Objektif :
Afek tepat
Klien kooperatif
Klien mengeluh sakit kepala
Pembicaraan inkoheren
Insight jelek
Diagnose Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan
2.      Data Subjektif :
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara
Klien mengatakan mendengar saat malam hari saat sepi, klien hanya mendengar suara tersebut sekali.
Klien mengatakan hanya diam saat suara tersebut datang.
Data Objektif :
Kien suka senyum-senyum sendiri
Klien lebih suka menyendiri.
Diagnose keperawatan yang muncul :
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

C.     POHON MASALAH
Resiko Perilaku Kekerasan
 

Perilaku Kekerasan

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi social : Menarik diri

Harga Diri Rendah

Koping Individu kurang efektif
D.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Resiko perilaku kekerasan.
2.      Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
E.     INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx Kep : Resiko Perilaku Kekerasan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali pertemuan, diharapkan klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan criteria hasil :
1.      Klien tampak tenang.
2.      Klien dapat menceritakan perasaannya.
3.      Klien dapat menceritakan penyebab marahnya.
4.      Klien dapat menceritakan akibat marahnya.
5.      Klien dapat mengetahui bagaimana cara mengontrol marahnya.
Intervensi SP I Pasien
1.      Bina hubungan saling percaya
2.      Identifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3.      Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
4.      Identifikasi bentuk perilaku kekerasan.
5.      Identifikasi akibat perilaku kekerasan.
SP 2 Pasien
1.      Ajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan antara lain :
a.       Secara fisik (relaksasi, kegiatan, olahraga)
b.      Secara verbal (sharing, menceritakan kepada oranglain)
c.       Secara spiritual (berdoa, sholat)
d.      Secara farmakologis (minum obat)
2.      Bantu pasien mempraktekkan cara yang telah diajarkan.
3.      Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol perilaku kekerasan yang sesuai.
4.      Masukkan cara mengontrol perilaku kekerasan yang telah dipilih ke dalam jadwal kegiatan harian.
F.      IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dx. Kep : Resiko Perilaku Kekerasan
Senin, 22 Juli 2013
SP 1
Pukul 09.00-09.05
1.      Membina hubungan saling percaya
Respon
S : klien dapat menyebutkan nama perawat.
O : klien mau menceritakan masalahnya.
Pukul 09.05-09.10
2.      Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Respon :
S : klien mengatakan marah kepada orangtuanya karena orangtuanya sering melarang-larang keinginannya.
O : klien tampak menceritakan perasaannya, tatapan mata tajam.
Pukul 09.10-09.20
3.      Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Respon :
S : klien mengatakan akan dijauhi oleh temannya jika terus menerus mengamuk.
O : klien terlihat kesal.
SP 2
Pukul 11.00-11.15
1.      Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan teknik nafas dalam dan pukul bantal.
Respon :
S : klien mengatakan bersedia untuk diajari teknik nafas dalam dan pukul bantal.
O : klien terlihat memperhatikan perawat saat diajarkan teknik tersebut.
2.      Membantu klien untuk mempraktekkan cara pukul bantal.
Respon :
S : klien mengatakan mau mempraktekkan cara pukul bantal.
O : klien dapat mempraktekkan cara pukul bantal.
G.    EVALUASI KEPERAWATAN
Senin, 22 Juli 2013
S : klien mengatakan dapat mengontrol rasa marahnya dengan teknik nafas dalam dan pukul bantal. Klien mengatakan akan mempraktekkan teknik tersebut apabila rasa marahnya datang kembali.
O : klien terlihat dapat mempraktekkan teknik nafas dalam dan pukul bantal, klien tampak lebih puas dan lega, klien kooperatif.
A : masalah belum teratasi.
P : pertahankan intervensi.

BAB III
PENUTUP

A.          Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Ny. J tindakan yang dilakukan sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien, membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.  (Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)

B.           Saran
Untuk pasien :
1.            Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2.            Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain
3.            Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan maupun diluar ruangan.
4.            Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5.            Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :
1.            Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2.            Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat pemecehan masalahya.
3.            Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang konstruktif.
4.            Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5.            Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk di Rumah Sakit :
1.            Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2.            Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.A







DAFTAR PUSTAKA


Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung

            Keliat B.A, 1998,  Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ). Penerbit Buku Kedokteran , EGC, Jakarta.

Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.

Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3, Alih Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing. (Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby

Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar