BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Gangguan jiwa pada mulanya
dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya secara
supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib.
Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang
manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu
gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan.
Perilaku
kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147). Kemarahan merupakan bagian
dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di elakkan dan sering menimbulkan suatu tekanan.
Marah adalah perasaan
jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap kecemasan yang dirasakansebagai
ancaman individu. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada
saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress,
dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan
ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
B.
TUJUAN
1.
Tujuan umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan resiko perilaku kekerasan.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu memahami Asuhan Keperawatan Dasar pada Ny. J dengan resiko perilaku
kekerasan.
b.
Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. J dengan resiko perilaku
kekerasan.
c.
Mampu merumuskan diagnose keperawatan pada Ny. J dengan resiko perilaku
kekerasan.
d.
Mampu menentukan intervensi pada Ny. J dengan resiko perilaku
kekerasan.
e.
Mampu melakukan implementasi pada Ny. J dengan resiko perilaku
kekerasan.
f.
Mampu melakukan evaluasi padaNy. J dengan resiko perilaku kekerasan.
g.
Mampu mendokumentasikan
semua tindakan asuhan keperawatan pada Ny. J dengan resiko perilaku
kekerasan.
BAB
II
KONSEP
DASAR
A. PENGERTIAN
Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang seccara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, oranglain, maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan rasa kesal atau marah
yang tidak konstruktif (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, oranglain maupun
lingkungan (Townsend, 1998).
Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik psikologis (Budiana Keliat, 1999). Perilaku
kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
control diri individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
(Stuart and Sundeen, 1998).
B. JENIS
Jenis - jenis perilaku kekerasan
antara lain sebagai berikut :
1. Kekerasan
Fisik
Bentuk
ini paling mudah dikenali. Terkategori kekerasan sebagai kekerasan jenis ini
adalah menampar, menendang, memukul/meninju, mencekik, dll. Korban kekerasan
jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban.
2. Kekerasan
Psikis
Bentuk
ini tidak mudah dikenali. Akibat yang dirasakan oleh korban tidak memberikan
bekas yang Nampak jelas bagi oranglain. Akan tetapi berpengaruh pada situasi
perasaan, tidak aman dan nyaman, serta menurunnya harga diri dan martabat
korban.
C. PENYEBAB
Perilaku
kekerasan atau amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau
intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum
diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman kebutuhan
akan perhatian dan ketergantungan pada oranglain.
Pada
pasien gangguan jiwa perilaku kekerasan ini bisa disebabkan oleh adanya
perubahan sensori persepsi berupa halusinasi, baik dengar, visual maupun
lainnya. Klien merasa di perintah oleh suara-suara atau beyangan yang
mengejeknya.
D. FAKTOR
PRESIPITASI
Bersumber
dari klien (kelemahan fisik, keputuasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
kurang), lingkungan (rebut, padat kritikan, yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan
orang lain (Budiana Keliat, 2004).
E. FAKTOR
PREDISPOSISI
Berbagai
pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi factor predisposisi yang
mungkin/tidak mungkin terjadi jika factor tersebut dialami oleh individu :
1. Psikologis,
kgagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk.
2. Perilaku,
reinforcement yang diterima ketika melakukan tindakan kekerasan sering
mengobservasi kekerasan maupun aspek yang menstimulus/mengadopsi perilaku
kekerasan.
3. Social
budaya, budaya tertutup, control social yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
4. Bioneurologis,
kerusakan system limbic, lobus frontal dan temporal, ketidakseimbangan
neurotransmitter.
F. MANIFESTASI
KLINIS
Menurut Boyd dan Nihart (1998)
klien dengan perilaku kekerasan senang menunjukkan tanda dan gejala sebagai
berikut :
Data Objektif :
1. Muka
merah
2. Pandangan
tajam
3. Otot
tegang
4. Nada
suara tinggi
5. Berdebar
6. Sering
memaksakan kehendak
7. Memukul
jika tidak senang
Data Subjektif :
1. Mengeluh
perasaan terancam.
2. Mengungkapkan
perasaan tidak berguna.
3. Mengungkapkan
perasaan jengkel.
4. Mengungkapkan
adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak, bingung.
G. PENATALAKSANAAN
1. Anti
ansietas dan hipnotik sedative, misalnya diazepam.
2. Anti
depresan
3. Mood
stabilizer
4. Anti
psikotik
5. Obat
lain
H. PSIKOPATOLOGI
Perilaku
kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001) menyatakan
paling tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah mental. WHO
memperkirakan sekitar ada 480 juta orang di dunia mengalami gangguan keehatan
jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 % - 0,8 % penderita skizofrenia dan
dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang
anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004) dalam Carolina 2008. Data WHO
tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16
% mengalami gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
Berdasarkan
standar yang tersedia, asuhan keperawatan yang ada pada pasien perilaku
kekerasan di lakukan dalam 5 kali pertemuan. Pada setiap pertemuan, pasien
memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah ke dalam jadwal
kegiatan. Di harapkan pasien akan berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah
dibuat dan akan di evaluasi oleh perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan
evaluasi yang dilakukan, akan dinilai tingkat kemampuan klien dalam mengatasi
masalahnya yaitu mandiri, bantuan atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri
jika klien melaksanakan kegiatan tanpa di bombing dan tanpa di suruh. Bantuan,
jika pasien sudah melakukan kegiatan tetapi belum sempurna dan dengan bantuan,
pasien dapat melaksanakan dengan baik. Tergantung, jika pasien sama sekali
belum melaksanakan dan tergantung pada bimbingan perawat (Budiana Keliat,
2001).
I. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Resiko
mecederai diri sendiri, oranglain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan atau amuk.
2. Perilaku
kekerasan berhubungan denga gangguan konsep diri : harga diri rendah.
J. RENPRA/INTERVENSI
1. TUM
Klien
tidak mencederai diri sendiri, oranglain dan lingkungan dengan manajemen
kekerasan.
2. TUK
a. Klien
dapat membina hubungan saling percaya.
1) Bina
hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat, dan
jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil
nama klien yang disukai.
3) Bicara
dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien
dapat mengidentifikasi penyebab kekerasan.
1) Beri
klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
2) Bantu
klien mengungkapkan perasaan kesal/jengkel.
3) Dengarkan
ungkapan rasa marah klien dengan sikap tenang.
c. Klien
dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan (tanda-tanda).
1) Anjurkan
klien mengungkapkan yang dialami dan di rasakan saat jengkel.
2) Observasi
tanda-tanda perilaku kekerasan.
3) Simpulkan
bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami.
d. Klien
dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
1) Anjurkan
klien mengungkapkan perasaan/ perilaku kekerasan yang biasa di lakukan.
2) Bantu
bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3) Tanyakan
“ apakah cara yang dilakukan masalahnya selesai ? “
e. Klien
dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
1) Bicarakan
akibat / kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama
klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan.
3) Tanyakan
apakah ingin mempelajari cara yang baru dan sehat.
f. Klien
dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
1) Berikan
pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
2) Diskusikan
cara lain yang sehat secara fisik, tarik nafas dalam, jika sedang kesal dengan
berolahraga, memukul bantal/kasur.
3) Secara
verbal, katakan bahwa anda sendang marah.
4) Secara
spiritual, berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan supaya diberi kesabaran.
g. Klien
dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
1) Bantu
memilih cara yang tepat.
2) Bantu
mengidentifikasi akibat dari cara yang dipilih.
3) Bantu
menstimulasi cara yang telah dipilih.
4) Beri
reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam stimulus.
5) Anjurkan
menggunakan cara positif yang telah dipilih.
h. Kien
mendapat dukungan dari keluarga.
1) Berikan
pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
2) Berikan
reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i.
Klien dapat menggunakan
obat dengan benar.
1) Diskusikan
dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek samping).
2) Bantu
klien mengungkapkan obat dengan 5 benar minum obat (obat, dosis, cara, pasien,
waktu).
3) Anjurkan
untuk membicarakan efek samping yang dirasakan.
STRATEGI
PELAKSANAAN
PERTEMUAN
1
PADA
NY. J DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI
RUANG SHINTA RS JIWA GRHASIA JOGJAKARTA
A. PROSES
KEPERAWATAN
1. Kondisi
klien marah, mengamuk, muka merah, bicara nglantur, mata melotot.
2. Diagnosa
keperawatan : resiko perilaku kekerasan.
3. Tujuan
: klien dapat menunjukkan hubungan peran sesuai tanggungjawab.
4. Tindakan
keperawatan :
a. Mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan.
b. Mengidentifikasi
tanda dan gejala perilaku kekerasan.
c. Mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang dilakukannya.
d. Mengidentifikasi
akibat perilaku kekerasan.
e. Menyebutkan
cara mengontrol perilaku kekerasan.
f. Membantu
klien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik dengan nafas dalam dan pukul
bantal.
g. Menganjurkan
klien untuk memasukkan dalam kegiatan harian.
B. STRATEGI
KOMUNIKASI
1. Fase
Orientasi
a. Salam
terapeutik
Assalamu’alaikum
mba, perkenalkan nama saya…. Mba namanya siapa ya? Sukanya di panggil apa?
b. Validasi
Bagaimana
perasaan mba hari ini? Bagaimana dengan perasaan marahnya, apakah masih merasa
kesal?
c. Kontrak
Bagaimana kalau
sekarang kita berbincang-bincang tentang perasaan marah mba? Berapa lama kita
mau bincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang makan saja mba?
2. Fase
Kerja
Apa
penyebab marah mba? Apakah mba sebelumnya pernah marah seperti ini? Terus
penyebab marahnya mba apa? Samakah dengan yang sekarang? Mba, saat penyebab
marah itu muncul, apa yang mba rasakan? (Tunggu respon klien) Apakah mba merasa
kesal dan dada mba berdebar-debar? Mata melotot, rahang terkatup rapat dan
tangan mau ditekuk? Setelah itu apa yang mba lakukan? Oh ya.. jadi mba
mengamuk, memecahkan piring ya mba, apakah dengan cara itu mba marah? Apa cara
tersebut menurut mba benar? Ayah mba dan adik mba marah dan takut, menurut mba
apakah perbuatan mba itu lebih baik? Maukah mba belajar cara mengungkapkan
kemarahan mba dengan baik tanpa menimbulkan kerugian? Ada beberapa cara
mengontrol marah dengan baik mba, yang pertama dengan nafas dalam, yang kedua
dengan pukul bantal, yang ketiga berbicara dengan baik, dan yang keempat dengan
beribadah/berdoa, dan yang kelima dengan minum obat dengan benar dan teratur.
Bagaimana kalau kita belajar cara pertama dulu? Yaitu dengan tarik nafas dalam.
Begini mba, “ kalau tanda-tanda marah sudah mba rasakan maka mba dapat dengan
berdiri ataupun duduk lalu tarik nafas dalam-dalam dari hidung, tahan sebentar,
keluarkan lewat mulut.. bagus mba, iya mba bagus sekali..
3. Fase
Terminasi
Bagaimana
perasaan mba setelah berbincang-bincang tentang kemarahan dan cara belajar
mengontrol marah mba?
Tadi
mba sudah mempraktekkan tarik nafas dalam dengan bagus.
Coba
mba ulangi sekali lagi mba, iya bagus sekali.
Coba
nanti mba ingat – ingat lagi penyebab marah mba ya?
Besok
kita bincang-bincang lagi ya mba? Mau dimana? Di ruang makan saja ya? Jam 10
saja ya mba? Sekarang saya permisi dulu, sampai jumpa besok ya mba?
STRATEGI
PELAKSANAAN
PERTEMUAN
KEDUA
PADA
NY. J DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI
RUANG SHINTA RS JIWA GRHASIA JOGJAKARTA
A. PROSES
KEPERAWATAN
1. Kondisi
klien cukup.
2. Diagnose
keperawatan : resiko perilaku kekerasan.
3. TUK
: klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
4. Tindakan
keperawatan :
a. Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian klien.
b. Melatih
klien mnegontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal.
c. Menganjurkan
klien memasukkan ke jadwal kegiatan harian.
B. STRATEGI
PELAKSANAAN
1. Fase
Orientasi
Selamat
pagi mba, masih ingat dengan saya? Mba masih suka di panggil mba….? Baik mba,
sesuai dengan janji kita kemarin, saya akan membantu mba untuk menyelesaikan
masalah yang mba alami. Sebelumnya, bagaimana perasaan mba saat ini? Apakah ada
hal yang membuat mba marah hari ini? Baik mba, nanti kita akan
berbincang-bincang tentang cara mengontrol marah dengan pukul bantal. Baik mba,
mau dimana? Disini saja ya, nanti waktunya kira-kira 15 menit dari sekarang.
2. Fase
Kerja
Begini
mba, apabila ada yang menyebabkan mba marah dan kesal, hal apa yang mba
lakukan? Baik, sekarang saya akan mengajarkan mba untuk mengontrol marah mba
dengan melakukan pukul bantal/ kasur. Jadi, kalau mba ingin marah, mba dapat
melampiaskannya melalui bantal. Sekarang saya contohkan dulu ya mba? Ya, saya
sudah mencontohkannya, sekarang coba mba mempraktekkannya lagi yang sudah saya
contohkan tadi. Ya, bagus sekali. Mba sudah bisa mempraktekkannya. Cara ini
bisa dilakukan secara rutin dan mba bisa memasukkannya ke dalam jadwal harian
mba ya.
3. Fase
Terminasi
Bagaimana
perasaan mba setelah kita berbincang-bincang dan mempraktekkan teknik tadi?
Jadi kalau mba sedang marah, kesal dan emosi, mba bisa melakukan cara tadi ya?
Agar emosi mba terlampiaskan. Mba, jangan lupa untuk memasukkan kegiatan tadi
ke jadwal harian. Besok kita ketemu lagi ya untuk membahas cara mengontrol
marah dengan berbincang-bincang. Mba, besok mau jam berapa? Jam 10 saja ya, di
ruang makan. Sampai jumpa besok lagi ya mba, selamat beristirahat.
A. PENGKAJIAN
Pengkajian
dilakukan pada tanggal 22 Juli 2013 pukul 09.00
Klien bernama
Ny. J, berumur 44 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan SD, pekerjaan
sebagai ibu rumah tangga, beragama islam, alamat sleman, pasien masuk pada
tanggal 18 juli 2013 dengan no.cm 024870.
Klien masuk
rumah sakir karena klien mengatakan mengamuk.
Klien pernah
dirawat di RSJ Grhasia Jogja sudah 2 kali saat tahun 2007, klien berhenti minum
obat selama di rumah.
Klien mnegatakan
marah ke orangtuanya karena orangtuanya sering melarangnya untuk membersihkan
rumah dan cerewet.
Pada pemeriksaan
fisik di dapatkan hasil antara lain keadaan umunya cukup, tingkat kesadaran
kompos mentis, TD = 110/80 mm Hg, nadi = 84x/menit, suhu = 36o c,
respirasi 22x/menit, berat badan klien 48 kg dengan tinggi badan 155 cm,
keluhan fisik tidak ada.
Klien adalah
anak kedua dari 4 bersaudara, klien tinggal serumah dengan orangtuanya serta
kedua anaknya. Di dalam keluarga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
Konsep Diri
Klien mengatakan
menyukai semua anggota tubuhnya, klien seorang perempuan berumur 44 tahun dan
sudah menikah, di keluarga, klien berperan sebagai kakak maupun adik, klien
adalah anak kedua dari 4 bersaudara, klien mnegatakan ingin cepat sembuh dan
ingin cepat pulang untuk mengurus anaknya, di masyarakat klien merasa dihargai
terbukti dengan klien suka mengobrol dengan tetangga di rumah, saat di rumah
sakit pasien juga suka bercerita dengan teman di sampingnya.
Hubungan Sosial
Hubungan social
klien selama di rumah antara lain klien mengatakan paling dekat dengan ayahnya.
Klien mengatakan ingin pulang ke rumah ayahnya yang di Jawa Timur.
Selama di rumah
sakit klien dekat dengan semua teman yang ada di ruangannya, klien lebih sering
mengobrol dengan Ny. G yang tidurnya bersebelahan dengannya. Klien suka duduk
di ruang tengah untuk mendengarkan music.
Klien mengatakan
beragama islam.
Status mental
pasien antara lain :
Penampilan fisik
klien antara lain klien berambut pendek, rambut bersih dan beruban, gigi rapih
dan bersih, penampilan umum baik.
Pembicaraan
Klien dapat
memulai pembicaraan, klien berbicara berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan
pembicaraan.
Aktivitas
motorik pasien normal.
Alam perasaan
Pasien
mengatakan ingin segera pulang, karena ingin bertemu dengan anak-anaknya.
Afek
Saat dilakukan
wawancara, klien menunjukkan perubahan roman muka, seperti tersenyum. Respon
klien tepat, dan sesuai dengan pertanyaan maupun jawaban.
Interaksi Klien
selama wawancara
Interaksi klien
selama wawancara kooperatif, klien dapat mempertahankan kontak mata.
Persepsi
Klien mengalami
halusinasi pendengaran.
Proses Pikir
Klien mau
mengobrol walaupun bicaranya berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan.
Isi Pikir
Klien tidak
mengalami waham.
Tingkat
kesadaran klien, orientasi terhadap orang = sedang, orientasi waktu = baik,
orientasi tempat = baik, orientasi situasi = baik. Klien sering terlihat diam
dan suka di kamar.
Memori
Daya ingat
jangka panjang klien baik, terbukti saat ditanya tentang keluarganya klien
dapat menjawab.
Daya ingat
jangka pendek klien juga baik terbukti dengan saat klien di tanya mengapa masuk
ke rumah sakit klien dapat menjawabnya, klien mengatakan klien mengamuk di
rumah.
Daya ingat klien
saat ini baik terbukti dengan saat di ajarkan cara mengontrol marah dengan
teknik nafas dalam, klien dapat mempraktekkannya.
Tingkat
kesadaran dan Konsntrasi Berhitung
Konsentrasi
klien mudah dialihkan dan perhatian klien mudah berganti dari satu objek ke
objek lain.
Kemampuan
Penilaian
Pasien dapat
mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan oranglain.
Daya Tilik Diri
Klien mngetahui
saat ini berada di rumah sakit tetapi klien tidak menyadari penyakitnya.
Kebutuhan
Persiapan Pulang Klien antara lain :
Makan/minum
Klien dapat
makan/minum sendiri, makan 3 kali sehari, klien dapat memenpatkan alat makan
dan minum secara mandiri.
BAB/BAK
Klien mampu
mengontrol BAB/BAK di tempatnya yang sesuai serta membersihkan WC. Pasien mampu
membersihkan diri dan merapihkan pakaian secara mandiri.
Mandi
Pasien mampu
untuk mandi, sikat gigi, keramas secara mandiri.
Berpakaian /
berdandan
Pasien dapat
berpakaian dengan baik.
Istirahat/tidur
Pasien
mengatakan tidak dapat tidur siang, tetapi dapat tidur denga nyenyak saat malam
hari. Pasien dapat merapihkan tempat tidurnya secara mandiri.
Penggunaan obat
Pasien berkenan
minum obat dengan di awasi oleh perawat
Pemeliharaan
kesehatan
Pasien mendapat
perawatan lanjutan / control rutin di RSJ Grhasia
Kegiatan di
dalam rumah
Klien mampu
merapihkan rumah, bersih-bersih, mencuci pakaian dan piring, dan mengatur
kebutuhan secara mandiri.
Kegiatan di luar
rumah
Klien mampu
memenuhi kebutuhan rumah tangga secara mandiri.
Kesiapan
lingkungan
Keluarga,
tetangga dan masyarakat di sekitar klien dapat menerima klien kembali.
Mekanisme Koping
Adaptif
Ketika ada
masalah., klien biasanya menceritakan kepada oranglain.
Maladaptive
Saat ada masalah,
klien terkadang marah-marah dan mengamuk.
Masalah
Psikososial
Keluarga tidak
mau menerima klien jika klien masih mengamuk dan marah-marah pada orangtuanya.
Pengetahuan
Klien tidak
mengetahui tentang factor penyebab kekambuhan dan manajemen koping yang baik.
Aspek medic
Diagnose Medik F
20.3
Program terapi
obat yang diberikan
Persidal 2 mg 1
– 0 – 1
THP 2 mg 1 – 0 –
1
CPZ 25 mg 0 – 0
– 1
Masalah
Keperawatan yang muncul
Resiko perilaku
kekerasan
Halusinasi
B. ANALISA
DATA
Tanggal 22 Juli
2013
1. Data
Subjektif :
Klien
mengatakan merasa kesal dan marah dengan orangtuanya karena klien merasa
tindakannya dilarang-larang oleh ibunya.
Klien
mengatakan tidak suka terhadap ayahnya karena ayahnya sering mengatur klien.
Klien
mengatakan sering adu mulut dengan orangtuanya.
Data
Objektif :
Afek
tepat
Klien
kooperatif
Klien
mengeluh sakit kepala
Pembicaraan
inkoheren
Insight
jelek
Diagnose
Keperawatan :
Resiko
Perilaku Kekerasan
2. Data
Subjektif :
Klien
mengatakan sering mendengar suara-suara
Klien
mengatakan mendengar saat malam hari saat sepi, klien hanya mendengar suara
tersebut sekali.
Klien
mengatakan hanya diam saat suara tersebut datang.
Data
Objektif :
Kien
suka senyum-senyum sendiri
Klien
lebih suka menyendiri.
Diagnose
keperawatan yang muncul :
Gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
C. POHON
MASALAH
Resiko
Perilaku Kekerasan
Perilaku
Kekerasan
Gangguan
persepsi sensori : Halusinasi
Isolasi social :
Menarik diri
Harga Diri
Rendah
Koping
Individu kurang efektif
D. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Resiko
perilaku kekerasan.
2. Gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
E. INTERVENSI
KEPERAWATAN
Dx Kep : Resiko
Perilaku Kekerasan
Tujuan :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali pertemuan, diharapkan klien dapat
mengontrol perilaku kekerasan dengan criteria hasil :
1. Klien
tampak tenang.
2. Klien
dapat menceritakan perasaannya.
3. Klien
dapat menceritakan penyebab marahnya.
4. Klien
dapat menceritakan akibat marahnya.
5. Klien
dapat mengetahui bagaimana cara mengontrol marahnya.
Intervensi SP I Pasien
1. Bina
hubungan saling percaya
2. Identifikasi
penyebab perilaku kekerasan.
3. Identifikasi
tanda dan gejala perilaku kekerasan.
4. Identifikasi
bentuk perilaku kekerasan.
5. Identifikasi
akibat perilaku kekerasan.
SP 2 Pasien
1. Ajarkan
cara mengontrol perilaku kekerasan antara lain :
a. Secara
fisik (relaksasi, kegiatan, olahraga)
b. Secara
verbal (sharing, menceritakan kepada oranglain)
c. Secara
spiritual (berdoa, sholat)
d. Secara
farmakologis (minum obat)
2. Bantu
pasien mempraktekkan cara yang telah diajarkan.
3. Anjurkan
pasien untuk memilih cara mengontrol perilaku kekerasan yang sesuai.
4. Masukkan
cara mengontrol perilaku kekerasan yang telah dipilih ke dalam jadwal kegiatan
harian.
F. IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
Dx. Kep : Resiko
Perilaku Kekerasan
Senin, 22 Juli
2013
SP 1
Pukul
09.00-09.05
1. Membina
hubungan saling percaya
Respon
S : klien dapat
menyebutkan nama perawat.
O : klien mau
menceritakan masalahnya.
Pukul 09.05-09.10
2. Mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan
Respon
:
S : klien mengatakan marah kepada
orangtuanya karena orangtuanya sering melarang-larang keinginannya.
O
: klien tampak menceritakan perasaannya, tatapan mata tajam.
Pukul
09.10-09.20
3. Mengidentifikasi
akibat perilaku kekerasan
Respon
:
S
: klien mengatakan akan dijauhi oleh temannya jika terus menerus mengamuk.
O
: klien terlihat kesal.
SP
2
Pukul
11.00-11.15
1. Mengajarkan
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan teknik nafas dalam dan pukul bantal.
Respon
:
S
: klien mengatakan bersedia untuk diajari teknik nafas dalam dan pukul bantal.
O
: klien terlihat memperhatikan perawat saat diajarkan teknik tersebut.
2. Membantu
klien untuk mempraktekkan cara pukul bantal.
Respon
:
S
: klien mengatakan mau mempraktekkan cara pukul bantal.
O
: klien dapat mempraktekkan cara pukul bantal.
G. EVALUASI
KEPERAWATAN
Senin, 22 Juli
2013
S : klien mengatakan dapat mengontrol
rasa marahnya dengan teknik nafas dalam dan pukul bantal. Klien mengatakan akan
mempraktekkan teknik tersebut apabila rasa marahnya datang kembali.
O
: klien terlihat dapat mempraktekkan teknik nafas dalam dan pukul bantal, klien
tampak lebih puas dan lega, klien kooperatif.
A
: masalah belum teratasi.
P
: pertahankan intervensi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Ny. J tindakan yang
dilakukan sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya,
membantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu
klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan
akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien, membantu klien
mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahannya dan
mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat agar tidak
menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan. (Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)
B.
Saran
Untuk pasien :
1.
Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit
masalah tentang keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang
menyebabkan klien jengkel.
2.
Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat
dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain
3.
Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari
baik didalam ruangan maupun diluar ruangan.
4.
Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan
dokter.
5.
Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah
sakit
Untuk perawat :
1.
Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji
pengalaman marah masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2.
Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu
menganjurkan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok
misal dengan keluarga untuk dapat pemecehan masalahya.
3.
Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya
dengan cara yang konstruktif.
4.
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat
dan aktivitas lain yang membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5.
Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk di Rumah Sakit :
1.
Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah
dilakukan selama ini.
2.
Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.A
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Kes. Wa,
1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Direktorat Kesehatan
Jiwa RSJP, Bandung
Keliat B.A,
1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,
( Terjemahan ). Penerbit Buku Kedokteran , EGC, Jakarta.
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University
Press. Surabaya.
Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa.
(Terjemahan) Edisi 3, Alih Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of
Phychitric Nursing. (Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby
Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri,
(terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar