BAB I
KONSEP DASAR
Pada bab ini akan dibahas
tentang konsep dasar harga diri rendah yang meliputi: pengertian, rentang
respon konsep diri, etiologi, manifestasi klinis, mekanisme koping, masalah
keperawatan, pohon masalah, diagnosa keperawatan, dan fokus intervensi.
A. Pengertian
1. Konsep Diri
Menurut
Rogers (2004) konsep diri adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai
pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri terbagi menjadi 2 yaitu konsep
diri real dan konsep diri ideal (Rogers, 2004). Untuk menunjukkan apakah kedua
konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu
Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah
ketidakcocokan antara self yang
dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
Sedangkan Congruence berarti situasi
di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri
yang utuh, integral, dan sejati (Rogers, 2004).
Komponen-komponen dalam konsep diri terdiri atas
beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut (Rogers, 2004):
a.
Gambaran Diri
Kumpulan
dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya.
Termasuk persepsi masa lalu, dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran,
fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi
dengan persepsi dan pengalaman baru. Hal-hal yang terkait dengan gambaran diri
sebagai berikut:
1)
Fokus
individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja.
2)
Bentuk
tubuh, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda pubertas.
3)
Cara individu memandang diri
berdampak penting terhadap aspek psikologis.
4)
Gambaran
yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa
aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri.
5)
Individu
yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya dapat mendorong
sukses dalam kehidupan.
b.
Ideal Diri
Persepsi individu tentang
perilakunya, disesuaikan dengan standart pribadi yang terkait dengan cita-cita,
harapan, dan keinginan serta nilai personal tertentu yang ingin dicapai.
Hal-hal yang terkait dengan ideal diri:
c.
Gambaran Diri
Kumpulan
dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya.
Termasuk persepsi masa lalu, dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan
persepsi dan pengalaman baru. Hal-hal yang terkait dengan gambaran diri sebagai
berikut:
1)
Fokus
individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja.
2)
Bentuk
tubuh, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda pubertas.
3)
Cara individu memandang diri
berdampak penting terhadap aspek psikologis.
4)
Gambaran
yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa
aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri.
5)
Individu
yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya dapat mendorong
sukses dalam kehidupan.
d.
Ideal Diri
Persepsi individu tentang
perilakunya, disesuaikan dengan standart pribadi yang terkait dengan cita-cita,
harapan, dan keinginan serta nilai personal tertentu yang ingin dicapai.
Hal-hal yang terkait dengan
ideal diri:
1)
Perkembangan
awal terjadi pada masa kanak-kanak.
2)
Terbentuknya masa remaja
melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru, dan teman.
3)
Dipengaruhi
oleh orang-orang yang dipandang penting dalam memberi tuntutan dan harapan.
4)
Mewujudkan cita-cita dan
harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.
e.
Harga Diri
Penilaian
individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik
perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah
perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sediri tanpa syarat, walaupun
melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang
yang penting dan berharga.
f.
Penampilan Peran
Serangkaian
pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi
individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana
seseorang tidak mempunyai pilihan untuk menentukan perannya sendiri. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih individu
itu sendiri.
g.
Identitas Diri
Pengorganisasian prinsip
dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,
konsistensi, dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi
persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan kualitas dimulai pada masa bayi dan
terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa
remaja.
2. Harga Diri Rendah
“Harga
diri rendah adalah suatu keadaan dimana evaluasi diri dan perasaan terhadap
diri sendiri atau kemampuan diri yang negatif, yang secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan” (Townsend, 1995). “Harga diri adalah penilaian diri
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi
ideal diri” (Sunaryo, 2004).
Jika individu selalu sukses maka cenderung harga
diri tinggi tetapi jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah
(Direktorat Kesehatan Jiwa, 1995). Didalam diri seseorang besar kemungkinan
terjadi gangguan harga diri apabila aspek utama harga diri yaitu dicintai,
disayangi, dikasihi orang lain, dan mendapat penghargaan dari orang lain belum
terpenuhi (Townsend, 1998). Hal ini dapat di gambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri, harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan, tidak berdaya, tidak ada harapan dan putus asa
(Keliat, 1999).
B. Rentang Respon Konsep Diri
Berikut ini adalah
rentang konsep diri menurut Stuart dan Sundeen (1998, hal 230).
Respon adaptif Respon
maladaptif
|
|
|
|
|
Gambar 1: rentang konsep
diri (Stuart & Sundeen, 1998 hal 230).
1.
Aktualisasi
diri: pengungkapan perasaan/kepuasan dari konsep diri positif.
2.
Konsep
diri positif: dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang diharapkannya dan
sesuai dengan kenyataan.
3.
Harga
diri rendah: perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diit,
dan merasa gagal mencapai keinginan.
4.
Kerancuan
identitas: ketidakmampuan individu mengintegrasikan aspek psikologis pada masa
dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan, dan perasaan hampa.
5.
Depersonalisasi: merasa asing
terhadap dirinya sendiri dan kehilangan identitas.
C.
Etiologi
Menurut
Keliat (1995) harga diri rendah dapat terjadi secara:
1.
Situasional, yaitu
terjadi trauma yang tiba‑tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja
dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privasi
yang kurang diperhatikan: pemeriksaan fisik yang sembarangan, harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh
yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang
tidak menghargai.
2.
Kronik, yaitu perasaan
negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat.
Klien mempunyai cara fakir yang negatif, kejadian sakit, dan dirawat akan
menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (1998)
penyebab harga diri rendah dibedakan menjadi dua yaitu faktor predisposisi dan
stressor presipitasi.
1.
Faktor Predisposisi
Beberapa
faktor predisposisi dapat menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Faktor ini dapat dibedakan sebagai berikut:
a.
Perkembangan
Berbagai faktor yang
mempengaruhi perkembangan dapat mempengaruhi gangguan konsep diri, misal: krisis
psikososial pada masa perkembangan, harapan orang yang penting dalam hidupnya,
peran sosial yang diharapkan, aspek budaya yang mempengaruhi, keadaan kesehatan
fisik, dan pola penyelesaian masalah yang dimiliki.
b. Faktor yang mempegaruhi harga diri
Pengalaman
masa kanak-kanak merupakan faktor kontribusi pada gangguan konsep diri
diantaranya: anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua yang
kasar, membenci, tidak menerima atas usaha anak, ketidak pastian diri, dan anak
yang tidak menerima kasih sayang maka anak tersebut akan gagal mencintai
dirinya dan menggapai cinta orang lain.
c. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran.
Peran
yang sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu telah diterima masyarakat bahwa
wanita kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif, dan kurang rasional dibandingkan
dengan pria sedangkan pria dianggap kurang sensitive, kurang hangat, dan kurang
ekspresif dibandingkan dengan wanita.
d. Faktor yang mempengaruhi identitas
personal.
Orang
tua selalu curiga pada anak sehingga anak akan ragu apakah yang ia pilih tepat,
jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka akan timbul rasa bersalah.
Kontrol orang tua pada anak remaja akan menimbulkan perasaan benci anak pada
orang tua. Anak remaja ingin diterima, dibutuhkan, diinginkan, dan dimiliki
oleh kelompoknya.
2.
Faktor presipitasi
Gangguan
konsep diri dapat disebabkan dari luar dan dari dalam. Dimana situasi-situasi
yang dihadapi individu tidak mampu menyesuaikan stressor yang mempengaruhi
gambaran diri seperti:
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang megancam.
b.
Ketegangan peran
beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami
frustrasi. Ada tiga jenis
transisi peran:
1)
Transisi peran
perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau
keluarga dan norma-norma budaya atau nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
2)
Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3)
Transisi peran sehat
sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat menuju keadaan sakit.
Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran,
bentuk, penampilan, dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis, dan
keperawatan.
D. Manifestasi klinis
Menurut Stuart dan Sundeen (1998),
karakteristik perilaku yang ditunjukkan pada klien dengan harga diri rendah
berupa mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan pada orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa
diri penting yang berlebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah
tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negatif terhadap tubuhnya
sendiri, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan
fisik, pandangan hidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan
personal, destruktif terhadap diri sendiri, pengurangan diri, menarik diri
secara sosial, penyalahgunaan zat, menarik diri dari realita, dan khawatir.
E. Mekanisme koping
Struart dan Sundeen (1998) berpendapat
bahwa mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek dan jangka
panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri
dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Pertahanan jangka panjang,
jangka pendek, dan ego menurut Stuart dan Sundeen (1998) adalah sebagai
berikut:
Pertahanan
jangka pendek meliputi:
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian
sementara dari krisis identitas, misal: konser musik, bekerja keras, menonton
televisi secara obsesif.
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas
pengganti sementara, misal: ikut serta dalam aktivitas sosial, agama, klub
politik, kelompok atau geng.
c. Aktivitas yang secara sementara menguatkan
perasaan diri, misal: olah raga yang kompetitif, pencapaian akademik, kontes
untuk mendapatkan popularitas.
d. Aktivitas yang mewakili upaya jangka
pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan
individu, misal: penyalahgunaan obat.
Pertahanan jangka panjang termasuk sebagai
berikut:
a. Penutupan identitas, adopsi identitas
prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu tanpa
memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi diri individu tersebut.
b. Identitas negatif, asumsi identitas yang
tidak wajar, bertentangan dengan nilai, dan harapan masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk gangguan
fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pergeseran (displacement), peretakan (spiliting),
berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk.
F. Masalah keperawatan
Menurut Keliat (1999) ada beberapa masalah
keperawatan yang sering muncul pada klien dengan harga diri rendah yaitu (a)
resiko perilaku kekerasan, (b) gangguan harga diri rendah situasional atau
kronik, (c) Koping individu tidak efektif.
G. Pohon masalah
|
|
|
|||||
|
|||
Gambar 2: pohon masalah harga diri
rendah (Keliat, 1999)
H. Diagnosa keperawatan dari pohon masalah
Keliat (1999) berpendapat bahwa diagnosa
keperawatan yang dapat dirumuskan dari pohon masalah tersebut diatas adalah
sebagai berikut:
- Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
- Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
I. Fokus intervensi
Fokus intervensi dari diagnosa keperawatan
yang muncul diatas pada klien dengan
harga diri rendah adalah sebagai berikut:
- Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah. (Keliat, 1999).
Tujuan Umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain
secara optimal.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina berhubungan saling
percaya
Kriteria
evaluasi: ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan dan menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi:
1)
Bina
hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
a.
Sapa
klien dengan ramah baik dengan verbal maupun non verbal.
b.
Perkenalkan diri dengan sopan.
c.
Tanyakan
nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d.
Jelaskan tujuan pertemuan.
e.
Jujur dan menepati janji.
f.
Tunjukkan
sikap menerima klien apa adanya.
g.
Beri
perhatian kepada klien dan perhatika kebutuhan dasar klien.
Rasional:
hubungan saling percaya merupakan dasar untuk hubungan interaksi selanjutnya.
2)
Klien
dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Kriteria
evaluasi: klien dapat menyebutkan kemampuan yang dimiliki klien di RS, rumah,
dan tempat kerja. Daftar positif keluarga klien dan daftar positif lingkungan klien.
Intervensi:
a.
Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, buat daftarnya.
b.
Setiap
bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
c.
Utamakan
memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional:
diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau
integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatannya, reinforcement
positif akan meningkatkan harga diri klien, dan pujian yang realistik tidak
menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian.
3)
Klien
dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Kriteria
evaluasi: klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan di rumah sakit dan
klien menilai kemampuan yang dapat digunakan dirumah.
Intervensi keperawatan:
a.
Diskusikan
dengan klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit.
b.
Diskusikan
kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit.
c.
Berikan pujian.
Rasional: diskusikan pada
klien tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah dan
mengerti tentang kemampuan yang dimiliki dapat memotivasi klien untuk tetap
mempertahankan penggunaannya.
4)
Klien
dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
Kriteria
evaluasi: klien memiliki kemampuan yang akan dilatih, klien mencoba, dan
membuat jadwal harian.
Intervensi keperawatan:
a.
Minta klien untuk memilih satu
kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
b.
Bantu
klien melakukannya jika perlu beri contoh.
c.
Beri
pujian atas keberhasilan klien.
d.
Diskusikan
jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
e.
Rencanakan
bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, buat
jadwal kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, dan kegiatan yang
membutuhkan bantuan total
f.
Tingkatkan
kegiatan yang disukai sesuai dengan kondisi klien
g.
Beri
contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
Rasional:
klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, klien
perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya, dan contoh peran yang
dilihat klien akan memotovasi klien untuk melaksanakan kegiatan.
5)
Klien
dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Kriteria
evaluasi: klien melakukan kegiatan yang telah dilatih (mandiri, dengan bantuan
atau tergantung), klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri.
Intervensi Keperawatan :
a.
Beri kesempatan pada klien
untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b.
Beri pujian atas keberhasilan
klien
c.
Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan di rumah
Rasional: reinforcement
positif dapat meningkatkan harga diri kllien dan memberikan kesempatan kepada
klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan
6)
Klien
dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Kriteria
evaluasi: keluarga dapat memberi dukungan dan pujian serta memahami jadwal
kegiatan harian klien.
Intervensi keperawatan:
a.
Beri
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
b.
Bantu
keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c.
Bantu
keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d.
Jelaskan
cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
e.
Anjurkan
keluaraga untuk memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Rasional:
mendorong keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan
klien dan meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
- Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif (Keliat, 1999).
Tujuan
umum:
Klien
dapat memiliki koping yang efektif.
Tujuan khusus:
a.
Klien
dapat mengungkapkan perasaannya secara bebas.
Kriteria
evaluasi: Klien mengungkapkan perasaanya secara bebas.
Intervensi:
1)
Ijinkan klien untuk menangis.
2)
Sediakan
kertas dan alat tulis jika klien belum mau bicara.
3)
Nyatakan
kepada klien bahwa perawat dapat mengerti apabila klien belum siap membicarakan
permasalahannya.
b.
Klien
dapat mengidentifikasi koping dan perilaku yang berkaitan dengan kejadian yang
dihadapi.
Kriteria
evaluasinya klien dapat mengidentifikasi koping dan perilaku yang berkaitan
dengan kejadian yang dihadapi.
Intervensi:
1)
Tanyakan
kepada klien apakah pernah mengalami hal yang sama.
2)
Tanyakan
cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi perasaan dan masalah.
3)
Identifikasi
koping yang pernah dipakai.
4)
Diskusikan
dengan klien alternatif koping yang tepat bagi klien.
c.
Klien
dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif.
Kriteria
evaluasi: klien memodifikasi pola kognitif yang negatif.
Intervensi:
1)
Diskusikan
tentang masalah yang dihadapi klien.
2)
Identifikasi pemikiran negatif
dan bantu untuk menurunkan melalui interupsi atau substitusi.
3)
Bantu
klien untuk meningkatkan pemikiran yang positif.
4)
Identifikasi
ketetapan persepsi klien yang tepat tentang penyimpangan dan pendapatnya yang
tidak rasional.
5)
Kurangi
penilaian klien yang negatif terhadap dirinya.
6)
Evaluasi
ketepatan persepsi, logika, dan kesimpulan yang dibuat klien.
7)
Bantu
klien untuk menyadari nilai yang dimilikinya dan perubahan yang terjadi.
d.
Klien
dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan
perawatan dirinya.
Kriteria
evaluasi: klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatan dirinya.
Intervensi:
1)
Libatkan
klien dalam menetapkan tujuan perawatan yang ingin dicapai.
2)
Motivasi
klien untuk membuat jadwal aktivitas perawatan diri.
3)
Berikan
klien privasi sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan.
4)
Berikan reinforcement positif
untuk keputusan yang dibuat.
5)
Berikan
pujian jika klien berhasil melakukan kegiatan atau penampilannya bagus.
6)
Motivasi
klien untuk mempertahankan kegiatan tersebut.
e.
Klien
dapat memotivasi untuk aktif mencapai
tujuan yang realistik.
Kriteria
evaluasi: klien termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistik.
Intervensi:
1)
Bantu
klien untuk menetapkan tujuan yang realistik. Fokuskan kegiatan pada saat
sekarang bukan pada masa lalu.
2)
Bantu klien untuk
mengidentifikasi area situasi kehidupan yang dapat dikontrolnya.
3)
Identifikasi
cita-cita yang ingin dicapai oleh klien.
4)
Dorong
untuk berpartisipasi dalam aktivitas tersebut dan berikan penguatan positif
untuk berpartisipasi dan pencapaiannya.
5)
Motivasi
keluarga untuk berperan aktif dalam membantu klien menurunkan perasaan tidak
bersalah.
BAB II
TINJAUAN KASUS
Bab ini akan membahas
tentang asuhan keperawatan pada Ny. E dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah. Di ruang sintha RSJ Grhasia. Pada BAB ini akan dijabarkan
tentang pengkajian, daftar masalah, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Pengkajian
Dilakukan pada tanggal 29 juli 2013 jam 09.30 WIB di ruang sinta Rumah Sakit Jiwa Grhasia. Identitas klien: Nama klien Ny. E, umur 32 tahun, jenis kelamin perempuan, agama Islam, pendidikan
terakhir S1, tidak bekerja, beralamat
di Jogyakarta.
Penanggung jawab adalah Tn. D, beralamat di Jogyakarta, adalah orang tua klien.
Klien dibawa ke Rumah Sakit karena sejak tiga tahun yang lalu klien sering mengurung diri di kamar, tidak mau keluar rumah, selain itu pasien juga sering
di ejek oleh kakaknya.
Faktor predisposisi klien
adalah sebelumnya klien pernah di rawat di RS.Sarjito dengan penyakit yang sama yaitu ganguan jiwa. Klien pernah dirawat di rumah sakit jiwa pada tahuh 2006. Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit
jiwa.
Faktor presipitasi adalah
klien sering di ejek oleh kakaknya karena klien anak
tiri.
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan
masalah udem eksterna, kesadaran klien sedang, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 kali
permenit, pemeriksaan fisik secara keseluruhan dalam keadaan kurang baik.
Genogram
Bagan 1 : Genogram
Keterangan:
: Laki-laki :
Hubungan keluarga
: Klien :
tinggal serumah
:
Perempuan
Hubungan klien dengan ayah,
ibu, saudara-saudaranya kurang baik karena pasien adalah
anak tiri, sehingga sering diejak oleh saudara saudaranya, klien dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa dan kadang
bahasa Indonesia, pengambilan keputusan dalam keluarga adalah ayah.
Untuk pengkajian
psikososial, klien mengalami gangguan konsep diri: harga diri rendah, dimana
klien selalu merasa minder dengan keadaan dirinya, klien menyesali keadaan
dirinya dan putus asa terhadap usaha yang sudah dilakukan klien selama ini,
sedangkan untuk pengkajian status mental. Klien mengatakan beberapa tahun
sebelum dirawat, klien mendengar suara-suara seseorang yang mengabarkan bahwa temannya meninggal. Sampai sekarang ini masih mendengarmya lagi. Kebutuhan
persiapan pulang, klien dapat melakukan kegiatan yang diarahkan perawat secara
mandiri dan dengan bantuan perawat. Untuk mekanisme koping, klien selalu
menyalahkan dirinya sendiri. Klien mau bercerita pada perawat tentang dirinya.
Saat ini klien sudah mendapat obat.
Terapi yang diberikan
adalah
- chlorpromazine 2 x 100 mg
- Haloperidol 2 x 5 mg
- Triheksipenidile 2x2 mg
Analisa Data
No.
|
Hari/tanggal
|
Data Fokus
|
Masalah Keperawatan
|
1
2
|
Selasa/23 Mei 2006
Selasa/23 Mei 2006
|
DO:
-
Ekspresi
sedih
-
Menyendiri/ menghindari orang lain.
-
Komunikasi kurang/ tidak
ada (banyak diam)
-
Kontak mata kurang (menunduk)
DS:
-
Klien mengatakan malu
berkumpul sama temanya.
DO:
-
Klien tampak cemas dan bingung.
-
Klien lebih banyak diam
tanpa aktivitas.
-
Klien suka menyendiri.
DS:
-
Klien mengatakan bahwa
dia tidak mampu mewujudkan keinginannya.
-
Klien mengeluhkan keadaan
dirinya.
-
Klien suka mengkritik
diri sendiri.
|
Gangguan isolasi sosial : menarik diri
Ganguan konsep diri: harga diri rendah
|
Pohon Masalah
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran ( akibat)
Gangguan konsep diri : harga diri rendah ( core problem)
Tidak efektifnya koping individu ( penyebab)
Prioritas utama diagnosa
keperawatan dari hasil pengkajian didapatkan data subjektif: Klien mengatakan
bahwa dia tidak mampu mewujudkan keinginannya. Klien mengeluhkan keadaan
dirinya kenapa usahanya selalu gagal, klien juga sering di
ejek oleh kakaknya. Klien suka mengkritik diri
sendiri kenapa nasibnya seperti ini, tidak bisa mewujudkan apa yang
diinginkannya. Data objektif : Klien tampak cemas dan bingung, klien lebih
banyak diam tanpa aktivitas, suka menyendiri.
Maka diagnosa Keperawatan yang
muncul dari data tersebut adalah Gangguaan konsep harga diri rendah.
Rencana Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny. E
Ruang : Sintha
No.
|
No. Dx
|
Diagnosa Keperawatan
|
Perencanaan
|
Intervensi
|
TTD
|
|
Tujuan
|
Kriteria Evaluasi
|
|||||
1
|
1
|
Gangguan isolasi sosial :
menarik diri berhubungan dengan Gangguan konsep diri: harga diri rendah
|
TUM:
Klien dapat mencegah terjadinya
isolasi sosial: menarik diri dalam kehidupan sehari-hari.
TUK 1
Klien dapat membina
berhubungan saling percaya
TUK 2
Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
TUK 3
Klien dapat menilai kemampuan
yang digunakan
TUK 4
Klien dapat menetapkan dan
merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
TUK 5
Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
TUK 6
Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
|
Ekspresi wajah
bersahabat,menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan dan
menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi.
Klien dapat menyebutkan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
- Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan di
rumah sakit
- Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan di
rumah.
- Klien memiliki kemampuan yang akan dilatih
- Klien
mencoba
- Susun
jadwal harian
- Klien melakukan kegiatan yang telah dilatih
(mandiri, dengan bantuan atau tergantung)
- Klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri
- Keluarga dapat memberi dukungan dan pujian
- Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien
|
Bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
a.
Sapa klien dengan ramah
baik dengan verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan
diri dengan sopan
c.
Tanyakan nama lengkap
klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan
tujuan pertemuan
e. Jujur
dan menepati janji
f.
Tunjukkan sikap menerima
klien apa adanya
g.
Beri perhatian kepada
kllien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
Rasionalisasi :
Hubungan saling percaya
merupakan dasar untuk hubungan interaksi selanjutnya.
a.
Diskusikan kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki klien, buat daftarnya.
b.
Setiap bertemu klien
dihindarkan dari memberi penilaian negatif
c.
Utamakan memberi pujian
yang realistik pada Kemampuan dan aspek positif klien.
Rasionalisasi
:
§ Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai
realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan
keperawatannya.
§ Reinforcemen positif akan meningkatkan harga diri
klien
§ Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien
melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian.
a.
Diskusikan dengan klien
kemampuan yang masih digunakan selama sakit
b.
Diskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan pengguanaan di rumah sakit
c. Berikan
pujian yang realistik.
Rasionalisasi
:
§ Diskusikan pada klien tentang kemampuan yang
dimiliki adalah prasarat untuk berubah
§ Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri
memotivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya.
a.
Minta klien untuk
memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
b.
Bantu klien melakukannya
jika perlu beri contoh.
c.
Beri pujian atas
keberhasilan klien.
d.
Diskusikan jadwal
kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
e. Catatan
: ulangi untuk kemampuan lain sampai semuanya selesai
f.
Rencanakan bersama klien
aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, buat jadwal.
-
Kegiatan mandiri
-
Kegiatan dengan bantuan sebagian
-
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
Rasionalisasi
:
§ Klien
adalah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
§ Klien perlu bertindak secara realistis dalam
kehidupannya.
§ Contoh peran yang dilihat klien akan memotovasi
klien untuk melaksanakan kegiatan.
a. Beri
kesempatan pada untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Beri
pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
Rasionalisasi
:
§ Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri kllien
§ Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap
melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien denga harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien
dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di
rumah
e. Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Rasionalisasi
:
§ Mendorong keluarga akan sangat berpengaruh dalam
mempercepat proses penyembuhan klien.
§ Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat
klien di rumah.
|
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny.E
Ruang : Shinta
Tanggal/ Jam
|
No. Dx
|
Implementasi Keperawatan
|
Evaluasi
|
TTD
|
29 Juli 2013
10.00 WIB
|
1
|
TUK 1
Membina hubungan saling
percaya
a.
Menyapa klien denga
ucapan selamat pagi.
b.
Memperkenalkan diri
dengan menyebut nama lengkap, nama panggilan, alamat dan berjabat tangan.
c.
Menanyakan nama lengkap
klien, nama panggilan klien, menananyakanj asal
d.
Menjelaskan tujuan
pertemuan, yaitu ingin membantu menyelesaikan masalah klien.
|
S : Klien menyebutkan nama lengkap dan nama
panggilan.
O : Klien lebih banyak diam, kontak mata kurang.
A : TUK 1 belum tercapai.
P : lakukan terus TUK 1
|
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny. E
Ruang : Sinhta
Tanggal/ Jam
|
No. Dx
|
Implementasi Keperawatan
|
Evaluasi
|
TTD
|
24 Mei 2006
09.30 WIB
|
1
|
TUK 1 dan 2
Membina hubungan saling
percaya
a.
Menyapa klien dengan
ucapan selamat pagi.
b.
Memperkenalkan diri lagi
dengan menyebut nama lengkap, nama panggilan, alamat dan berjabat tangan.
c.
Menanyakan nama lengkap
klien, nama panggilan klien, menananyakanj asal
d.
Menjelaskan tujuan
pertemuan, yaitu ingin membantu menyelesaikan masalah klien.
e.
Memberikan empati dengan
memberikan waktu dan mendengarkan cerita klien tentang masalah yang dihadapi.
Menanyakan kenapa klien merasa minder.
|
S : klien menjawab salam ” selamat pafgi, nama saya
M R, saya suka dipanggil R saya dari Semarang”. Klien menceitakan masalah
yang dihadapai. Kien mengatakan merasa minder karena ia tidak bisa mewujudkan
keinginannya.
O: klien menjabat tangan perawat, tersenyum,
mulai ada kontak mata.
A: TUK 1 tercapai/
P : Optimalkan TUK 1 dan lanjutkian TUK 2, 3.
|
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny. E
Ruang : Shinta
Tanggal/ Jam
|
No. DP
|
Implementasi Keperawatan
|
Evaluasi
|
TTD
|
30 juli 2013
10.30 WIB
|
1
|
TUK 2 dan 3
a.
Menyapa klien dengan
ucapan ” selamat pagi ” dan berjabat tangan.
b.
Memvalidasi TUK 1.
c.
Menanyakan kegiatan apa
yang biasa dilakukan di rumah.
d.
Menanyakan keterampilan
apa yang dikuasai pasien.
e.
Menanyakan kegiatan apa
yang masih bisa dilakukan di rumah sakit.
f.
Mendiskusikan dengan
klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit
g.
Mendiskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan pengguanaan di rumah sakit.
|
S: Klien menjawab salam. Klien masih mengingat
nama perawat. Keterampilan yang ia kuasai adalah mengambar dan bermain gitar
akustik. Klien ingin mengembangkan bakatnya setelah pulang.
O : Klien menjabat tangan perawat, ada kontak
mata tersenyum, dan mau duduk di samping perawat, klien tampak antusias,
menggambar gitar.
A : TUK 2 dan 3 tercapai
P : Lanjutkan ke TUK 4
|
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny. E
Ruang : Shinta
Tanggal/ Jam
|
No. DP
|
Implementasi Keperawatan
|
Evaluasi
|
TTD
|
31 Juli 2013
10.30 WIB
|
1
|
TUK 4
a.
Menyapa klien.
b.
Memvalidasi TUK 2 dan 3.
c.
Meminta klien untuk
memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
d.
Mendiskusikan jadwal kegiatan
harian klien.
e.
Merencanakan bersama
klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, buat
jadwal.
|
S : Klien meminta pada perawat untuk dibawakan
gitar, klien mengatakan ingin berlatih main gitar lagi.
O : Klien antusias.
A : TUK 4 belum optimal.
P : Optimalkan TUK 4.
|
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dilakukan pembahasan tentang
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dari selama tiga hari yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dan
kemudian dibandingkan dengan konsep teori yang ada pada bab I.
Pada pembahasan ini akan dijelaskan tentang pengkajian dan penjabaran diagnosa keperawatan yang terah
diperioritaskan sewaktu melakukan asuhan keperawatan pada Nn.E. Berdasarkan
hasil pengkajian dan analisa data yang didapat secara aktual pada klien di
angkat satu diagnosa keperawatan dalam membantu proses keperawatan klien di
Rumah Sakit Jiwa Grhasia selama tiga hari
di ruang shinta.
A.
Pengkajian
Dari hasil
pengkajian yang dilakukan, baik secara autoanamnesa maupun alloanamnesa. Dengan cara
autoanamnesa, dimana klien dan perawat berinteraksi secara langsung, interaksi
perawat-klien adalah suatu kegiatan untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik
antara perawat dengan klien. Tujuan dari interaksi adalah memenuhi kebutuhan
klien, membaantu klien dalam pengalaman kehidupan sehari-hari dan mencari tahu
latar belakang klien di rawat di rumah sakit jiwa. Cara alloanamnesa dengan melihat catatan medik klien.
Dari pengkajian didapatkan, faktor predisposisi adalah faktor sosiokultural
dimana klien berasal dari keluarga yang yang keturunan poligami. Menurut Stuart dan
Sundeen ( 1998 ) telah mengindikasikan bahwa fakor sosiokultural terlibat dalam
pengembangan suatu kelainan psikologis. Tampak bahwa klien merasa rendah diri
dengan kondisinya.
Sedangkan faktor presipitasinya adalah klien sering di ejek oleh kakak
tirinya. Dilihat dari etiologinya, menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ) bahwa klien mengalami
tekanan psikologis yang berat. Pada pengkajian fisik klien tidak mengalami
keluhan fisik, dalam hal ini tidak ditemukan suatu masalah. Pengkajian psikososial, genogram dalam pengkajian
didapatkan bahwa klien anak kedelapan dari delapan besaudara, belum pernah menikah, hubungan klien dengan ayah, ibu, saudara-saudaranya tidak baik, klien dalam berkomunikasi
sehari-hari menggunakan bahasa Jawa dan kadang bahasa Indonesia, pengambilan
keputusan dalam keluarga adalah ayah. Namun penulis tdak bisa menggali secara
detail data keluarga, karena saat penulis melakukan pengkajian tidak ada
anggota keluarga yang mendampingi.
Pengkajian konsep diri menurut ( Keliat, 1999 ), gambaran diri klien menyukai seluruh anggota tubuhnya.
Identitas klien merasa bahwa dirinya adalah seorang perempuan usia 32 tahun anak kedelapant dari delapa bersaudara. Peran klien sebagai
anak membantu ibunya di rumah. Ideal diri klien ingin cepat sembuh dan bekerja. Harga diri klien klien
mengatan di keluarga dan di masyarakat merasa tidak di
hargai.
Pada pengkajian konsep diri ditemukan masalah gangguan konsep diri; harga
diri rendah. Pengkajian persepsi sensori klien mengatakan bahwa dirinya pernah
mendengan suara temannya meninggal. Kejadian ini diakui klien terjadi beberapa tahun sebelum dirawat di rumah
sakit jiwa. Sekarang klien mengatakan masih mendengar lagi. Kebutuhan persiapan pulang klien masih membutuhkan sedikit
bantuan perawat dalam kegiatan harian di ruangan.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data hasil pengkajian dan analisa data yang didapatkan aktual
pada klien, penulis merumuskan diagnosa
gangguan konsep harga diri rendah. Tanda
dan Gejala menurut ( Stuart dan Sundeen, 1995) adalah apatis , ekspresi wajah
sedih, efek tumpul, menghindar dari orang lain ,klien tampak memisahkan diri
dengan orang lain, komunikasi kurang, kontak mata kurang, berdiam diri, kurang
mobilit,kemunduran kesehatan fisik dan kurang memperhatikan keperawatan diri.
Etiologi yang diambil adalah harga diri rendah .
Menurut (Scultz dan Videback, 1998) harga diri rendah adalah perilaku
negatif terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun
tak langsung. Menurut (Stuart dan Sundeen, 1995) ada 10 cara individu
mengekspresikan secara langsung harga diri rendah yaitu mengejek dan mengkritik
diri sendiri, merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri, rasa bersalah
atau khawatir, manisfestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan
penyalahgunaan zat, menunda dan ragu dalam mengambil keputusan, gangguan
berhubungan, menarik diri dari kehidupan sosial, menarik diri dari realitas,
merusak diri, merusak atau melukai orang lain.
Etiologi ini diangkat sesuai data yang ditemukan saat pengkajian yaitu
Klien mengatakan bahwa dia tidak mampu mewujudkan keinginannya. Klien
mengeluhkan keadaan dirinya kenapa usahanya selalu tidak di hargai oleh keluarganya. Klien tampak cemas dan
bingung, klien lebih banyak diam tanpa aktivitas, suka menyendiri.
Tujuan yang ingin diharapkan dari diagnosa tesebut adalah klien dapat
membina berhubungan saling percaya, klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki, klien dapat menilai kemampuan yang digunakan,
klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki, Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya,
klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Dalam proses asuhan keperawatan selama tiga hari, dilakukan perencanaan sistematis sesuai dengan diagnosa yang telah
ditetapkan. Penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus:
1.
Klien dapat membina
berhubungan saling percaya.
Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 29 juli 2013 jam 11.30 WIB pada tujuan khusus
pertama adalah menyapa klien denga ucapan selamat pagi, memperkenalkan diri
dengan menyebut nama lengkap, nama panggilan, alamat dan berjabat tangan,
menanyakan nama lengkap klien, nama panggilan klien, menanyakan asal klien,
menjelaskan tujuan pertemuan, yaitu ingin membantu menyelesaikan masalah klien.
Respon klien adalah data subjektif yang ditemukan adalah klien menjawab
”selamat pagi, nama saya Nn E, panggil saja E, alamat saya ” sedangkan data
objektif adalah klien lebih banyak diam, kontak mata kurang.
2.
Klien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Pada tujuan khusus kedua yang hendak dicapai adalah klien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.dengan kriteria
hasil klien dapat menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Intervensinya adalah diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien, buat daftarnya, setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian
negatif, utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek
positif klien.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 29 juli 2013 jam 11.30 WIB, pada tujuan khusus kedua adalah menanyakan
kegiatan apa yang biasa dilakukan di rumah, menanyakan keterampilan apa yang
dikuasai pasien, menanyakan kegiatan apa yang masih bisa dilakukan di rumah
sakit.
Respon klien adalah data subjektifnya adalah keterampilan yang ia kuasai
adalah mengambar dan menari, sedangkan data objektifnya adalah klien tersenyum ada kontak mata, dan
mau duduk di samping perawat sambil menari.
3.
Klien dapat menilai
kemampuan yang digunakan
Pada tujuan khusus ketiga yang hendak dicapai adalah klien dapat menilai
kemampuan yang digunakan dengan kriteria hasil klien menilai kemampuan yang
dapat digunakan di rumah sakit, klien menilai kemampuan yang dapat digunakan di
rumah.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 30 juli 2013 jam 11.30 WIB, pada tujuan khusus ketiga adalah mendiskusikan kegiatan apa yang biasa dilakukan di rumah,
mendiskusikan kegiatan apa yang bisa dilakukan di rumah sakit.
Respon klien adalah data subyektifnya adalah klien mengatakan ingin mengembangkan
bakatnya menjadi mata pencaharian. Data objektifnya adalah klien antusias dengan pembicaraan..
4.
Klien dapat menetapkan dan
merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Pada tujuan khusus keempat yang hendak dicapai adalah klien dapat
menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan
mampu membuat jadwal harian.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 31 juli 2013 jam 10.30 WIB, pada tujuan
khusus keempat adalah meminta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau
dilakukan di rumah sakit, mendiskusikan jadwal kegiatan harian klien,
merencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
Respon klien yang ditemukan sebagai data subjektif adalah klien meminta
pada perawat untuk dibawakan gitar, klien mengatakan ingin berlatih main gitar
lagi. Sedangkan data objektifnya adalah klien tampak antusias.
5.
Klien dapat melakukan
kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6.
Klien dapat memanfaatkan
sistem pendukung yang ada.
Sedangkan untuk tujuah khusus kelima dan ke enam penulis belum sempat
mengimplementasikannya dikarenakan ketebatasan waktu.
C. Implikasi Keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa sangat variatif dalam memodifikasi
setiap intervensi keperawatan guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Setelah
melakukan asuhan keperawatan pada Nn. E dengan gangguan konsep
diri: harga diri rendah. Di ruang shinta Rumah Sakit Jiwa Grhasia, selam tiga hari ditemukan beberapa
hal yang terkait dalam mendukung tercapainya tujuan asuhan keperawatan pada
klien. Hal-hal itu diantaranya:
1. Hubungan terapeutik antara perawat dengan klien merupakan karakteristik
yang utama dalam membantu klien mengeksplorasi kebutuhannya.
2. Klien merupakan faktor yang terpenting bagi keberhasilan asuhan
keperawatan.
3. Keterlibatan keluraga dan masyarakat dalam menunjang keberhasilan asuhan
keperawatan juga sangat penting.
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam akhir penyusunan laporan ini, penulis
membuat kesimpulan berdasarkan apa yang telah diuraikan tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah. Setelah
melakukan serangkaian kegiatan pengkajian klien dengan “ Gangguan Konsep Diri:
Harga Diri Rendah ” di Rumah Sakit Jiwa Grhasia,
penulis melakukan analisa data dan menemukan masalah yang muncul yaitu gangguan
konsep diri: harga diri rendah .
Dalam pendekatan keperawatan pada klien dengan
harga diri rendah, teknik komunikasi terapeutik sangat diperlukan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Dalam melakukan tindakan
pada klien, perlu ditekankan dalam pembinaan hubungan saling percaya. Dalam hal
ini, perawat dituntut untuk mampu dan lebih meningkatkan kesadaranh diri dalam
berkomunikasi dengan klien, memberikan perhatian dan melakukan kontak sering
dengan klien secara bertahap.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan dan komunikasi terapeutik dalam pendekatan proses keperawatan
ternyata klien berkeinginan untuk aktualisasi diri, berusaha mengembangkan
bakat dan kemampuannya.
Di dalam melakukan asuhan
keperawatan, perawat tidak boleh melupakan peran keluarga. Karena di sini
keluarga diperlukan untuk membantu meningkatkan keperacayaan diri klien.
Setelah penulis membuat rencana dan membuat tindakan keperawatan, maka penulis
menyimpulkan bahwa masalah keperawatan dapat dikurangi berkat kerjasama antara
klien, keluarga dan tenaga perawat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar