Sabtu, 21 Januari 2017

Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Harga Diri Rendah



BAB I
KONSEP DASAR

Pada bab ini akan dibahas tentang konsep dasar harga diri rendah yang meliputi: pengertian, rentang respon konsep diri, etiologi, manifestasi klinis, mekanisme koping, masalah keperawatan, pohon masalah, diagnosa keperawatan,  dan fokus intervensi.
A. Pengertian
1.   Konsep Diri
Menurut Rogers (2004) konsep diri adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal (Rogers, 2004). Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati (Rogers, 2004).
Komponen-komponen dalam konsep diri terdiri atas beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut (Rogers, 2004):

a.       Gambaran Diri
Kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu, dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman baru. Hal-hal yang terkait dengan gambaran diri sebagai berikut:
1)            Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja.
2)            Bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda pubertas.
3)            Cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis.
4)            Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri.
5)            Individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya dapat mendorong sukses dalam kehidupan.
b.      Ideal Diri
Persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standart pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan serta nilai personal tertentu yang ingin dicapai. Hal-hal yang terkait dengan ideal diri:




c.       Gambaran Diri
Kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu, dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman baru. Hal-hal yang terkait dengan gambaran diri sebagai berikut:
1)            Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja.
2)            Bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda pubertas.
3)            Cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis.
4)            Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri.
5)            Individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya dapat mendorong sukses dalam kehidupan.
d.      Ideal Diri
Persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standart pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan serta nilai personal tertentu yang ingin dicapai.


Hal-hal yang terkait dengan ideal diri:
1)            Perkembangan awal terjadi pada masa kanak-kanak.
2)            Terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru, dan teman.
3)            Dipengaruhi oleh orang-orang yang dipandang penting dalam memberi tuntutan dan harapan.
4)            Mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.
e.       Harga Diri
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sediri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
f.       Penampilan Peran
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan untuk menentukan perannya sendiri. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih individu itu sendiri.


g.      Identitas Diri
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan kualitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
2.   Harga Diri Rendah
“Harga diri rendah adalah suatu keadaan dimana evaluasi diri dan perasaan terhadap diri sendiri atau kemampuan diri yang negatif, yang secara langsung atau tidak langsung diekspresikan” (Townsend, 1995). “Harga diri adalah penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri” (Sunaryo, 2004).
Jika individu selalu sukses maka cenderung harga diri tinggi tetapi jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah (Direktorat Kesehatan Jiwa, 1995). Didalam diri seseorang besar kemungkinan terjadi gangguan harga diri apabila aspek utama harga diri yaitu dicintai, disayangi, dikasihi orang lain, dan mendapat penghargaan dari orang lain belum terpenuhi (Townsend, 1998). Hal ini dapat di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri, harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, tidak berdaya, tidak ada harapan dan putus asa (Keliat, 1999).

B. Rentang Respon Konsep Diri
Berikut ini adalah rentang konsep diri menurut Stuart dan Sundeen (1998, hal 230).
            Respon adaptif                                                            Respon maladaptif
Depersonalisasi
 
Kerancuan
identitas
 
Harga diri
rendah
 
Konsep diri
positif
 
Aktualisasi
diri
 

 
Gambar 1: rentang konsep diri (Stuart & Sundeen, 1998 hal 230).
1.      Aktualisasi diri: pengungkapan perasaan/kepuasan dari konsep diri positif.
2.      Konsep diri positif: dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang diharapkannya dan sesuai dengan kenyataan.
3.      Harga diri rendah: perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diit, dan merasa gagal mencapai keinginan.
4.      Kerancuan identitas: ketidakmampuan individu mengintegrasikan aspek psikologis pada masa dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan, dan perasaan hampa.
5.      Depersonalisasi: merasa asing terhadap dirinya sendiri dan kehilangan identitas.
C. Etiologi
Menurut Keliat (1995) harga diri rendah dapat terjadi secara:
1.      Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba‑tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privasi yang kurang diperhatikan: pemeriksaan fisik yang sembarangan, harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2.      Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien mempunyai cara fakir yang negatif, kejadian sakit, dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (1998) penyebab harga diri rendah dibedakan menjadi dua yaitu faktor predisposisi dan stressor presipitasi.
1.      Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi dapat menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Faktor ini dapat dibedakan sebagai berikut:
a.       Perkembangan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dapat mempengaruhi gangguan konsep diri, misal: krisis psikososial pada masa perkembangan, harapan orang yang penting dalam hidupnya, peran sosial yang diharapkan, aspek budaya yang mempengaruhi, keadaan kesehatan fisik, dan pola penyelesaian masalah yang dimiliki.
b.      Faktor yang mempegaruhi harga diri
Pengalaman masa kanak-kanak merupakan faktor kontribusi pada gangguan konsep diri diantaranya: anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua yang kasar, membenci, tidak menerima atas usaha anak, ketidak pastian diri, dan anak yang tidak menerima kasih sayang maka anak tersebut akan gagal mencintai dirinya dan menggapai cinta orang lain.
c.       Faktor yang mempengaruhi penampilan peran.
Peran yang sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu telah diterima masyarakat bahwa wanita kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif, dan kurang rasional dibandingkan dengan pria sedangkan pria dianggap kurang sensitive, kurang hangat, dan kurang ekspresif dibandingkan dengan wanita.
d.      Faktor yang mempengaruhi identitas personal.
Orang tua selalu curiga pada anak sehingga anak akan ragu apakah yang ia pilih tepat, jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka akan timbul rasa bersalah. Kontrol orang tua pada anak remaja akan menimbulkan perasaan benci anak pada orang tua. Anak remaja ingin diterima, dibutuhkan, diinginkan, dan dimiliki oleh kelompoknya.
2.      Faktor presipitasi
Gangguan konsep diri dapat disebabkan dari luar dan dari dalam. Dimana situasi-situasi yang dihadapi individu tidak mampu menyesuaikan stressor yang mempengaruhi gambaran diri seperti:
a.       Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang megancam.
b.      Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran:
1)      Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya atau nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
2)      Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3)      Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat menuju keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan, dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis, dan keperawatan.
D. Manifestasi klinis
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), karakteristik perilaku yang ditunjukkan pada klien dengan harga diri rendah berupa mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan fisik, pandangan hidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan personal, destruktif terhadap diri sendiri, pengurangan diri, menarik diri secara sosial, penyalahgunaan zat, menarik diri dari realita, dan khawatir.
E. Mekanisme koping
Struart dan Sundeen (1998) berpendapat bahwa mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Pertahanan jangka panjang, jangka pendek, dan ego menurut Stuart dan Sundeen (1998) adalah sebagai berikut:
Pertahanan jangka pendek meliputi:
a.       Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis identitas, misal: konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif.
b.      Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara, misal: ikut serta dalam aktivitas sosial, agama, klub politik, kelompok atau geng.
c.       Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri, misal: olah raga yang kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas.
d.      Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu, misal: penyalahgunaan obat.



Pertahanan jangka panjang termasuk sebagai berikut:
a.       Penutupan identitas, adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi diri individu tersebut.
b.      Identitas negatif, asumsi identitas yang tidak wajar, bertentangan dengan nilai, dan harapan masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk gangguan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pergeseran (displacement), peretakan (spiliting), berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk.
F. Masalah keperawatan
Menurut Keliat (1999) ada beberapa masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan harga diri rendah yaitu (a) resiko perilaku kekerasan, (b) gangguan harga diri rendah situasional atau kronik, (c) Koping individu tidak efektif.






G. Pohon masalah
Akibat
 
Resiko perilaku kekerasan
 
Menurut Keliat (1999) pohon masalah pada kasus harga diri rendah adalah sebagai berikut:












Core problem
 

 


 





Koping individu tidak efektif.
 



 


            Gambar 2: pohon masalah harga diri rendah (Keliat, 1999) 
H. Diagnosa keperawatan dari pohon masalah
Keliat (1999) berpendapat bahwa diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan dari pohon masalah tersebut diatas adalah sebagai berikut:
  1. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
  2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
I. Fokus intervensi
Fokus intervensi dari diagnosa keperawatan yang muncul diatas  pada klien dengan harga diri rendah adalah sebagai berikut:
  1. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah. (Keliat, 1999).
Tujuan Umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
a.  Klien dapat membina berhubungan saling percaya
Kriteria evaluasi: ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan dan menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah   yang dihadapi.
Intervensi:
1)                  Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
a.       Sapa klien dengan ramah baik dengan verbal maupun non verbal.
b.      Perkenalkan diri dengan sopan.
c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d.      Jelaskan tujuan pertemuan.
e.       Jujur dan menepati janji.
f.       Tunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
g.      Beri perhatian kepada klien dan perhatika kebutuhan dasar klien.
Rasional: hubungan saling percaya merupakan dasar untuk hubungan interaksi selanjutnya.
2)                  Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Kriteria evaluasi: klien dapat menyebutkan kemampuan yang dimiliki klien di RS, rumah, dan tempat kerja. Daftar positif keluarga klien dan daftar positif  lingkungan klien.
Intervensi:
a.       Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, buat daftarnya.
b.      Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
c.       Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional: diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatannya, reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien, dan pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian.
3)                  Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Kriteria evaluasi: klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan di rumah sakit dan klien menilai kemampuan yang dapat digunakan dirumah.
Intervensi keperawatan:
a.       Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit.
b.      Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit.
c.       Berikan pujian.
Rasional: diskusikan pada klien tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah dan mengerti tentang kemampuan yang dimiliki dapat memotivasi klien untuk tetap mempertahankan penggunaannya.
4)                  Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Kriteria evaluasi: klien memiliki kemampuan yang akan dilatih, klien mencoba, dan membuat jadwal harian.
Intervensi keperawatan:
a.       Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
b.      Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
c.       Beri pujian atas keberhasilan klien.
d.      Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
e.       Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, buat jadwal kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, dan kegiatan yang membutuhkan bantuan total
f.       Tingkatkan kegiatan yang disukai sesuai dengan kondisi klien
g.      Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
Rasional: klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya, dan contoh peran yang dilihat klien akan memotovasi klien untuk melaksanakan kegiatan.
5)                  Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Kriteria evaluasi: klien melakukan kegiatan yang telah dilatih (mandiri, dengan bantuan atau tergantung), klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri.
Intervensi Keperawatan :
a.       Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b.      Beri pujian atas keberhasilan klien
c.       Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
Rasional: reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri kllien dan memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan
6)                  Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Kriteria evaluasi: keluarga dapat memberi dukungan dan pujian serta memahami jadwal kegiatan harian klien.
Intervensi keperawatan:
a.       Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
b.      Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c.       Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d.      Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
e.       Anjurkan keluaraga untuk memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Rasional: mendorong keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien dan meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
  1. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif (Keliat, 1999).
Tujuan umum:
Klien dapat memiliki koping yang efektif.
Tujuan khusus:
a.             Klien dapat mengungkapkan perasaannya secara bebas.
Kriteria evaluasi: Klien mengungkapkan perasaanya secara bebas.
Intervensi:
1)      Ijinkan klien untuk menangis.
2)      Sediakan kertas dan alat tulis jika klien belum mau bicara.
3)      Nyatakan kepada klien bahwa perawat dapat mengerti apabila klien belum siap membicarakan permasalahannya.
b.            Klien dapat mengidentifikasi koping dan perilaku yang berkaitan dengan kejadian yang dihadapi.
Kriteria evaluasinya klien dapat mengidentifikasi koping dan perilaku yang berkaitan dengan kejadian yang dihadapi.
Intervensi:
1)      Tanyakan kepada klien apakah pernah mengalami hal yang sama.
2)      Tanyakan cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi perasaan dan masalah.
3)      Identifikasi koping yang pernah dipakai.
4)      Diskusikan dengan klien alternatif koping yang tepat bagi klien.
c.             Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif.
Kriteria evaluasi: klien memodifikasi pola kognitif yang negatif.
Intervensi:
1)      Diskusikan tentang masalah yang dihadapi klien.
2)      Identifikasi pemikiran negatif dan bantu untuk menurunkan melalui interupsi atau substitusi.
3)      Bantu klien untuk meningkatkan pemikiran yang positif.
4)      Identifikasi ketetapan persepsi klien yang tepat tentang penyimpangan dan pendapatnya yang tidak rasional.
5)      Kurangi penilaian klien yang negatif terhadap dirinya.
6)      Evaluasi ketepatan persepsi, logika, dan kesimpulan yang dibuat klien.
7)      Bantu klien untuk menyadari nilai yang dimilikinya dan perubahan yang terjadi.
d.            Klien dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan dirinya.
Kriteria evaluasi: klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan dirinya.
Intervensi:
1)      Libatkan klien dalam menetapkan tujuan perawatan yang ingin dicapai.
2)      Motivasi klien untuk membuat jadwal aktivitas perawatan diri.
3)      Berikan klien privasi sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan.
4)      Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat.
5)      Berikan pujian jika klien berhasil melakukan kegiatan atau penampilannya bagus.
6)      Motivasi klien untuk mempertahankan kegiatan tersebut.
e.             Klien dapat memotivasi untuk aktif  mencapai tujuan yang realistik.
Kriteria evaluasi: klien termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistik.
Intervensi:
1)      Bantu klien untuk menetapkan tujuan yang realistik. Fokuskan kegiatan pada saat sekarang bukan pada masa lalu.
2)      Bantu klien untuk mengidentifikasi area situasi kehidupan yang dapat dikontrolnya.
3)      Identifikasi cita-cita yang ingin dicapai oleh klien.
4)      Dorong untuk berpartisipasi dalam aktivitas tersebut dan berikan penguatan positif untuk berpartisipasi dan pencapaiannya.
5)      Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu klien menurunkan perasaan tidak bersalah.        








BAB II
TINJAUAN KASUS

Bab ini akan membahas tentang asuhan keperawatan pada Ny. E dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah. Di ruang sintha RSJ Grhasia. Pada BAB ini akan dijabarkan tentang pengkajian, daftar masalah, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.

Pengkajian
Dilakukan pada tanggal 29 juli 2013 jam 09.30 WIB di ruang sinta Rumah Sakit Jiwa Grhasia. Identitas klien: Nama klien Ny. E,  umur 32 tahun, jenis kelamin perempuan, agama Islam, pendidikan terakhir S1, tidak bekerja, beralamat di Jogyakarta.
Penanggung jawab adalah Tn. D, beralamat di Jogyakarta, adalah orang tua  klien.
Klien dibawa ke Rumah Sakit karena sejak tiga tahun yang lalu klien sering mengurung diri di kamar, tidak mau keluar rumah, selain itu pasien juga sering di ejek oleh  kakaknya.
Faktor predisposisi klien adalah sebelumnya klien pernah di rawat di RS.Sarjito dengan penyakit yang sama yaitu ganguan jiwa. Klien pernah dirawat di rumah sakit jiwa pada tahuh 2006. Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit jiwa.
Faktor presipitasi adalah klien sering di ejek oleh kakaknya karena klien anak tiri.
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan masalah udem eksterna, kesadaran klien sedang, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 kali permenit, pemeriksaan fisik secara keseluruhan dalam keadaan kurang baik.


Genogram









 









Bagan 1 : Genogram
Keterangan:


 
:  Laki-laki                                                            : Hubungan keluarga








 


            : Klien                                                                   : tinggal serumah



 
            : Perempuan

Hubungan klien dengan ayah, ibu, saudara-saudaranya kurang baik karena pasien adalah anak tiri, sehingga sering diejak oleh saudara saudaranya, klien dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa dan kadang bahasa Indonesia, pengambilan keputusan dalam keluarga adalah ayah.
Untuk pengkajian psikososial, klien mengalami gangguan konsep diri: harga diri rendah, dimana klien selalu merasa minder dengan keadaan dirinya, klien menyesali keadaan dirinya dan putus asa terhadap usaha yang sudah dilakukan klien selama ini, sedangkan untuk pengkajian status mental. Klien mengatakan beberapa tahun sebelum dirawat, klien mendengar suara-suara seseorang yang mengabarkan bahwa temannya meninggal. Sampai sekarang ini masih mendengarmya lagi. Kebutuhan persiapan pulang, klien dapat melakukan kegiatan yang diarahkan perawat secara mandiri dan dengan bantuan perawat. Untuk mekanisme koping, klien selalu menyalahkan dirinya sendiri. Klien mau bercerita pada perawat tentang dirinya. Saat ini klien sudah mendapat obat.
Terapi yang diberikan adalah
  1. chlorpromazine 2 x 100 mg
  2. Haloperidol 2 x 5 mg
  3. Triheksipenidile 2x2 mg




















Analisa Data
No.
Hari/tanggal
Data Fokus
Masalah Keperawatan
1












2











Selasa/23 Mei 2006











Selasa/23 Mei 2006

DO:
-          Ekspresi sedih
-          Menyendiri/ menghindari orang   lain.
-          Komunikasi kurang/ tidak ada (banyak diam)
-          Kontak mata kurang (menunduk)

DS:
-          Klien mengatakan malu berkumpul sama temanya.

DO:
-          Klien tampak cemas dan bingung.
-          Klien lebih banyak diam tanpa aktivitas.
-          Klien suka menyendiri.
DS:
-          Klien mengatakan bahwa dia tidak mampu mewujudkan keinginannya.
-          Klien mengeluhkan keadaan dirinya.
-          Klien suka mengkritik diri sendiri.                       

Gangguan isolasi sosial : menarik diri











Ganguan konsep diri: harga diri rendah






































Pohon Masalah

Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran   ( akibat)
 

Gangguan konsep diri : harga diri rendah    ( core problem)                           


 
Tidak efektifnya koping individu    ( penyebab)                                          

Prioritas utama diagnosa keperawatan dari hasil pengkajian didapatkan data subjektif: Klien mengatakan bahwa dia tidak mampu mewujudkan keinginannya. Klien mengeluhkan keadaan dirinya kenapa usahanya selalu gagal, klien juga sering di ejek oleh kakaknya. Klien suka mengkritik diri sendiri kenapa nasibnya seperti ini, tidak bisa mewujudkan apa yang diinginkannya. Data objektif : Klien tampak cemas dan bingung, klien lebih banyak diam tanpa aktivitas, suka menyendiri.
Maka diagnosa Keperawatan yang muncul dari data tersebut adalah Gangguaan konsep  harga diri rendah.








Rencana Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Klien    : Ny. E
Ruang             : Sintha
No.
No. Dx
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan
Intervensi
TTD
Tujuan
Kriteria Evaluasi
1
1
Gangguan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan Gangguan konsep diri: harga diri rendah

TUM:
Klien dapat mencegah terjadinya isolasi sosial: menarik diri dalam kehidupan sehari-hari.
TUK 1
Klien dapat membina berhubungan saling percaya

















TUK 2
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
































TUK 3
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan














TUK 4
Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.






























TUK 5
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.













TUK 6
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Ekspresi wajah bersahabat,menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan dan menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah   yang dihadapi.



















Klien dapat menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
-     Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan di rumah sakit
-     Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan di rumah.
-     Klien memiliki kemampuan yang akan dilatih
-     Klien mencoba
-     Susun jadwal harian





















-     Klien melakukan kegiatan yang telah dilatih (mandiri, dengan bantuan atau tergantung)














-     Klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri



































-     Keluarga dapat memberi dukungan dan pujian
















-     Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
a.       Sapa klien dengan ramah baik dengan verbal maupun non verbal
b.      Perkenalkan diri dengan sopan
c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d.      Jelaskan tujuan pertemuan
e.       Jujur dan menepati janji
f.       Tunjukkan sikap menerima klien apa adanya
g.      Beri perhatian kepada kllien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
Rasionalisasi :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk hubungan interaksi selanjutnya.









a.       Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, buat daftarnya.
b.      Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif
c.       Utamakan memberi pujian yang realistik pada Kemampuan dan aspek positif klien.

Rasionalisasi :
§ Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatannya.
§ Reinforcemen positif akan meningkatkan harga diri klien
§ Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian.












a.       Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit
b.      Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pengguanaan di rumah sakit
c.       Berikan pujian yang realistik.

Rasionalisasi :
§ Diskusikan pada klien tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah
§ Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya.

a.       Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
b.      Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
c.       Beri pujian atas keberhasilan klien.
d.      Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
e.       Catatan : ulangi untuk kemampuan lain sampai semuanya selesai
f.       Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, buat jadwal.
-          Kegiatan mandiri
-          Kegiatan dengan bantuan sebagian
-          Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
Rasionalisasi :
§ Klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
§ Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
§ Contoh peran yang dilihat klien akan memotovasi klien untuk melaksanakan kegiatan.




a.      Beri kesempatan pada untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b.     Beri pujian atas keberhasilan klien
c.      Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

Rasionalisasi :
§ Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri kllien
§ Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.



a.      Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien denga harga diri rendah.
b.     Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c.      Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d.     Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah
e.      Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.

Rasionalisasi :
§ Mendorong keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien.
§ Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.




IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Klien    : Ny.E
Ruang             : Shinta

Tanggal/ Jam
No. Dx
Implementasi Keperawatan
Evaluasi
TTD
29 Juli 2013
10.00 WIB
1
TUK 1
Membina hubungan saling percaya
a.       Menyapa klien denga ucapan selamat pagi.
b.      Memperkenalkan diri dengan menyebut nama lengkap, nama panggilan, alamat dan berjabat tangan.
c.       Menanyakan nama lengkap klien, nama panggilan klien, menananyakanj asal
d.      Menjelaskan tujuan pertemuan, yaitu ingin membantu menyelesaikan masalah klien.

S : Klien menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan.
O : Klien lebih banyak diam, kontak mata kurang.
A : TUK 1 belum tercapai.
P  :  lakukan terus TUK 1
     



IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Klien    : Ny. E
Ruang             : Sinhta

Tanggal/ Jam
No. Dx
Implementasi Keperawatan
Evaluasi
TTD
24 Mei 2006
09.30 WIB
1
TUK 1 dan 2
Membina hubungan saling percaya
a.       Menyapa klien dengan ucapan selamat pagi.
b.      Memperkenalkan diri lagi dengan menyebut nama lengkap, nama panggilan, alamat dan berjabat tangan.
c.       Menanyakan nama lengkap klien, nama panggilan klien, menananyakanj asal
d.      Menjelaskan tujuan pertemuan, yaitu ingin membantu menyelesaikan masalah klien.
e.       Memberikan empati dengan memberikan waktu dan mendengarkan cerita klien tentang masalah yang dihadapi. Menanyakan kenapa klien merasa minder.

S : klien menjawab salam ” selamat pafgi, nama saya M R, saya suka dipanggil R saya dari Semarang”. Klien menceitakan masalah yang dihadapai. Kien mengatakan merasa minder karena ia tidak bisa mewujudkan keinginannya.
O: klien menjabat tangan perawat, tersenyum, mulai ada kontak mata.
A: TUK 1 tercapai/
P : Optimalkan TUK 1 dan lanjutkian TUK 2, 3.




IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Klien    : Ny. E
Ruang             : Shinta

Tanggal/ Jam
No. DP
Implementasi Keperawatan
Evaluasi
TTD
30 juli 2013
10.30 WIB
1
TUK 2 dan 3
a.       Menyapa klien dengan ucapan ” selamat pagi ” dan berjabat tangan.
b.      Memvalidasi TUK 1.
c.       Menanyakan kegiatan apa yang biasa dilakukan di rumah.
d.      Menanyakan keterampilan apa yang dikuasai pasien.
e.       Menanyakan kegiatan apa yang masih bisa dilakukan di rumah sakit.
f.       Mendiskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit
g.      Mendiskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pengguanaan di rumah sakit.

S: Klien menjawab salam. Klien masih mengingat nama perawat. Keterampilan yang ia kuasai adalah mengambar dan bermain gitar akustik. Klien ingin mengembangkan bakatnya setelah pulang.
O : Klien menjabat tangan perawat, ada kontak mata tersenyum, dan mau duduk di samping perawat, klien tampak antusias, menggambar gitar.
A : TUK 2 dan 3 tercapai
P : Lanjutkan ke TUK 4





IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Klien    : Ny. E
Ruang             : Shinta

Tanggal/ Jam
No. DP
Implementasi Keperawatan
Evaluasi
TTD
31 Juli 2013
10.30 WIB
1
TUK 4
a.       Menyapa klien.
b.      Memvalidasi TUK 2 dan 3.
c.       Meminta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
d.      Mendiskusikan jadwal kegiatan harian klien.
e.       Merencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, buat jadwal.

S : Klien meminta pada perawat untuk dibawakan gitar, klien mengatakan ingin berlatih main gitar lagi.
O : Klien antusias.
A : TUK 4 belum optimal.
P : Optimalkan TUK 4.




BAB III
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dilakukan pembahasan tentang asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dari selama tiga hari yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dan kemudian dibandingkan dengan konsep teori yang ada pada bab I.
Pada pembahasan ini akan dijelaskan tentang pengkajian dan penjabaran diagnosa keperawatan yang terah diperioritaskan sewaktu melakukan asuhan keperawatan pada Nn.E. Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data yang didapat secara aktual pada klien di angkat satu diagnosa keperawatan dalam membantu proses keperawatan klien di Rumah Sakit Jiwa Grhasia selama tiga hari di ruang shinta.

A.    Pengkajian
Dari hasil pengkajian yang dilakukan, baik secara autoanamnesa  maupun alloanamnesa. Dengan cara autoanamnesa, dimana klien dan perawat berinteraksi secara langsung, interaksi perawat-klien adalah suatu kegiatan untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik antara perawat dengan klien. Tujuan dari interaksi adalah memenuhi kebutuhan klien, membaantu klien dalam pengalaman kehidupan sehari-hari dan mencari tahu latar belakang klien di rawat di rumah sakit jiwa. Cara alloanamnesa dengan melihat catatan medik klien.
Dari pengkajian didapatkan, faktor predisposisi adalah faktor sosiokultural dimana  klien berasal dari keluarga yang yang keturunan poligami. Menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ) telah mengindikasikan bahwa fakor sosiokultural terlibat dalam pengembangan suatu kelainan psikologis. Tampak bahwa klien merasa rendah diri dengan kondisinya.



Sedangkan faktor presipitasinya adalah klien sering di ejek oleh kakak tirinya. Dilihat dari etiologinya, menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ) bahwa klien mengalami tekanan psikologis yang berat. Pada pengkajian fisik klien tidak mengalami keluhan fisik, dalam hal ini tidak ditemukan suatu masalah. Pengkajian psikososial, genogram dalam pengkajian didapatkan bahwa klien anak kedelapan dari delapan besaudara, belum pernah menikah, hubungan klien dengan ayah, ibu, saudara-saudaranya tidak baik, klien dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa dan kadang bahasa Indonesia, pengambilan keputusan dalam keluarga adalah ayah. Namun penulis tdak bisa menggali secara detail data keluarga, karena saat penulis melakukan pengkajian tidak ada anggota keluarga yang mendampingi.
Pengkajian konsep diri menurut ( Keliat, 1999 ), gambaran diri klien menyukai seluruh anggota tubuhnya. Identitas klien merasa bahwa dirinya adalah seorang perempuan usia 32 tahun anak kedelapant dari delapa bersaudara. Peran klien sebagai anak membantu ibunya di rumah. Ideal diri klien ingin cepat sembuh dan bekerja. Harga diri klien klien mengatan di keluarga dan di masyarakat merasa tidak di hargai.
Pada pengkajian konsep diri ditemukan masalah gangguan konsep diri; harga diri rendah. Pengkajian persepsi sensori klien mengatakan bahwa dirinya pernah mendengan suara temannya meninggal. Kejadian ini diakui klien terjadi beberapa tahun sebelum dirawat di rumah sakit jiwa. Sekarang klien mengatakan masih mendengar lagi. Kebutuhan persiapan pulang klien masih membutuhkan sedikit bantuan perawat dalam kegiatan harian di ruangan.

B.     Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data hasil pengkajian dan analisa data yang didapatkan aktual pada klien, penulis merumuskan diagnosa gangguan konsep harga diri rendah. Tanda dan Gejala menurut ( Stuart dan Sundeen, 1995) adalah apatis , ekspresi wajah sedih, efek tumpul, menghindar dari orang lain ,klien tampak memisahkan diri dengan orang lain, komunikasi kurang, kontak mata kurang, berdiam diri, kurang mobilit,kemunduran kesehatan fisik dan kurang memperhatikan keperawatan diri. Etiologi yang diambil adalah harga diri rendah .
Menurut (Scultz dan Videback, 1998) harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tak langsung. Menurut (Stuart dan Sundeen, 1995) ada 10 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah yaitu mengejek dan mengkritik diri sendiri, merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri, rasa bersalah atau khawatir, manisfestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan penyalahgunaan zat, menunda dan ragu dalam mengambil keputusan, gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan sosial, menarik diri dari realitas, merusak diri, merusak atau melukai orang lain. 
Etiologi ini diangkat sesuai data yang ditemukan saat pengkajian yaitu Klien mengatakan bahwa dia tidak mampu mewujudkan keinginannya. Klien mengeluhkan keadaan dirinya kenapa usahanya selalu tidak di hargai oleh keluarganya. Klien tampak cemas dan bingung, klien lebih banyak diam tanpa aktivitas, suka menyendiri.
Tujuan yang ingin diharapkan dari diagnosa tesebut adalah klien dapat membina berhubungan saling percaya, klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, klien dapat menilai kemampuan yang digunakan, klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya, klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Dalam proses asuhan keperawatan selama tiga hari, dilakukan perencanaan sistematis sesuai dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus:
1.       Klien dapat membina berhubungan saling percaya.
Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 29 juli 2013 jam 11.30 WIB pada tujuan khusus pertama adalah menyapa klien denga ucapan selamat pagi, memperkenalkan diri dengan menyebut nama lengkap, nama panggilan, alamat dan berjabat tangan, menanyakan nama lengkap klien, nama panggilan klien, menanyakan asal klien, menjelaskan tujuan pertemuan, yaitu ingin membantu menyelesaikan masalah klien.
Respon klien adalah data subjektif yang ditemukan adalah klien menjawab ”selamat pagi, nama saya Nn E, panggil saja E, alamat saya ” sedangkan  data objektif adalah klien lebih banyak diam, kontak mata kurang.
2.       Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Pada tujuan khusus kedua yang hendak dicapai adalah klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.dengan kriteria hasil klien dapat menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Intervensinya adalah diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, buat daftarnya, setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif, utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 29 juli 2013 jam 11.30 WIB, pada tujuan khusus kedua adalah menanyakan kegiatan apa yang biasa dilakukan di rumah, menanyakan keterampilan apa yang dikuasai pasien, menanyakan kegiatan apa yang masih bisa dilakukan di rumah sakit.
Respon klien adalah data subjektifnya adalah keterampilan yang ia kuasai adalah mengambar dan menari, sedangkan data objektifnya adalah klien tersenyum ada kontak mata, dan mau duduk di samping perawat sambil menari.
3.       Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Pada tujuan khusus ketiga yang hendak dicapai adalah klien dapat menilai kemampuan yang digunakan dengan kriteria hasil klien menilai kemampuan yang dapat digunakan di rumah sakit, klien menilai kemampuan yang dapat digunakan di rumah.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 30 juli 2013 jam 11.30 WIB, pada tujuan khusus ketiga adalah mendiskusikan  kegiatan apa yang biasa dilakukan di rumah, mendiskusikan kegiatan apa yang bisa dilakukan di rumah sakit.
Respon klien adalah data subyektifnya adalah klien mengatakan ingin mengembangkan bakatnya menjadi mata pencaharian. Data objektifnya adalah klien antusias dengan pembicaraan..
4.       Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Pada tujuan khusus keempat yang hendak dicapai adalah klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan mampu membuat jadwal harian.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 31 juli 2013 jam 10.30 WIB, pada tujuan khusus keempat adalah meminta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit, mendiskusikan jadwal kegiatan harian klien, merencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
Respon klien yang ditemukan sebagai data subjektif adalah klien meminta pada perawat untuk dibawakan gitar, klien mengatakan ingin berlatih main gitar lagi. Sedangkan data objektifnya adalah klien tampak antusias.


5.       Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6.       Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Sedangkan untuk tujuah khusus kelima dan ke enam penulis belum sempat mengimplementasikannya dikarenakan ketebatasan waktu.



C.     Implikasi Keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa sangat variatif dalam memodifikasi setiap intervensi keperawatan guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Nn. E dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah. Di ruang shinta Rumah Sakit Jiwa Grhasia, selam tiga hari ditemukan beberapa hal yang terkait dalam mendukung tercapainya tujuan asuhan keperawatan pada klien. Hal-hal itu diantaranya:
1.      Hubungan terapeutik antara perawat dengan klien merupakan karakteristik yang utama dalam membantu klien mengeksplorasi kebutuhannya.
2.      Klien merupakan faktor yang terpenting bagi keberhasilan asuhan keperawatan.
3.      Keterlibatan keluraga dan masyarakat dalam menunjang keberhasilan asuhan keperawatan juga sangat penting.















BAB IV
KESIMPULAN

Dalam akhir penyusunan laporan ini, penulis membuat kesimpulan berdasarkan apa yang telah diuraikan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah. Setelah melakukan serangkaian kegiatan pengkajian klien dengan “ Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah ” di Rumah Sakit Jiwa Grhasia, penulis melakukan analisa data dan menemukan masalah yang muncul yaitu gangguan konsep diri: harga diri rendah .
Dalam pendekatan keperawatan pada klien dengan harga diri rendah, teknik komunikasi terapeutik sangat diperlukan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Dalam melakukan tindakan pada klien, perlu ditekankan dalam pembinaan hubungan saling percaya. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk mampu dan lebih meningkatkan kesadaranh diri dalam berkomunikasi dengan klien, memberikan perhatian dan melakukan kontak sering dengan klien secara bertahap.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan komunikasi terapeutik dalam pendekatan proses keperawatan ternyata klien berkeinginan untuk aktualisasi diri, berusaha mengembangkan bakat dan kemampuannya.
Di dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat tidak boleh melupakan peran keluarga. Karena di sini keluarga diperlukan untuk membantu meningkatkan keperacayaan diri klien. Setelah penulis membuat rencana dan membuat tindakan keperawatan, maka penulis menyimpulkan bahwa masalah keperawatan dapat dikurangi berkat kerjasama antara klien, keluarga dan tenaga perawat.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar