BAB I
MASALAH
A. Latar
Belakang
HIV/AIDS
merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan belum ada obatnya.
Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib sehingga dapat menyebabkan tekanan
psikologis terutama pada penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan di
sekeliling penderita.
Secara
fisiologis, HIV menyerang system kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah
dengan stress psikososial spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi
HIV, maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian.
Menurut
Ross (1997) jika stress dapat mencapai tahap kelelahan, maka dapat menimbulkan
fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat terjadinya
HIV/AIDS.
Berdasarkan
data Departemen Kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September 2006 secara
kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617 orag
dan AIDS 6.987 orang ( Media Indonesia, 2006 ).
Dari
data Dinas Kesehatan provinsi Jawa Tengah menunjukkan sejak januari-September
2012, 110 kasus HIV/AIDS tercatat di Semarang dan menjadikannya sebagai kota
tertinggi jumlah penderita AIDS di Jawa Tengah. Di Provinsi Jawa Tengah dari
Januari-September 2012 tercatat 108 penderita meninggal dunia. Jumlah kasus
HIV/AIDS di Jawa Tengah mencapai 946 orang dan 580 di antaranya sudah positif
HIV.
Dengan
demikian, kami tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengatasi masalah
terkait HIV/AIDS. Peran perawat disini meliputi pemenuhan kebutuhan psikologis,
strategi koping, pemberian dukungan social, dan dukungan spiritual kepada
pasien yang dapat memberikan pengaruh positif selama menjalani perawatan. Prinsip
asuhan keperawatan dalam meningkatkan imunitas pasien HIV/AIDS melalui
pemenuhan kebutuhan biologis, psikologis, social dan spiritual.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit HIV atau AIDS?
2. Bagaimana
tingkat pengetahuan masyarakat tentang penularan penyakit HIV atau AIDS?
3. Bagaimana
tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit HIV atau AIDS?
C. Tujuan
Penelitian
1. Untuk
mengetahui apakah masyarakat telah mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS.
2. Untuk
mengetahui apakah masyarakat telah mengetahui tentang penularan penyakit
HIV/AIDS.
3. Untuk
mengetahui apakah masyarakat telah mengetahui tentang pencegahan penyakit
HIV/AIDS.
BAB II
FORMULASI MASALAH
1. Apakah
tingkat pendidikan masyarakat berpengaruh terhadap pengetahuan tentang penyakit
HIV/AIDS?
Dengan
mengetahui apakah tingkat pendidikan berpengaruh atau tidak terhadap penyakit
HIV/AIDS, maka kita melakukan penelitian untuk memastikan bahwa tingkat
pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan HIV/AIDS.
2. Apakah budaya masyarakat berpengaruh terhadap
pengetahuan terhadap penyakit HIV/AIDS?
Maka dari itu
kita melakukan penelitian terhadap 30 orang yang berkaitan langsung dengan
penyakit HIV/AIDS.
3. Apakah informasi berpengaruh terhadap
pengetahuan terhadap penyakit HIV/AIDS?
Sumber informasi
yang kurang terjangkau menjadi penyebab masyarakat kurang mengetahui tentang
penyakit HIV/AIDS, maka dari itu kami melakukan penelitian.
4. Apakah
peralatan (sarana komunikasi) berpengaruh terhadap pengetahuan terhadap penyakit
HIV/AIDS?
Masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah terpencil kurang mendapat akses informasi terutama
melalui media televisi ataupun handphone, maka dari itu kami melakukan
penelitian ke daerah-daerah tersebut agar memperoleh informasi yang jelas mengenai
gambaran pengetahuan masyarakat di wilayah tersebut.
BAB III
STUDI KEPUSTAKAAN
HIV/AIDS
1.
Pengertian
AIDS merupakan singkatan dari Acquired
Immune Deficiency Syndrome. Dari setiap kata katanya kita dapat menjelaskan
kejelasan tentang AIDS yaitu :
a.
Acquired : Diperoleh / didapatkan dari luar tubuhnya.
Artinya AIDS bukan merupakan penyakit keturunan. AIDS hanya ditularkan dari
satu orang ke orang lain melalui berbagai cara penularan.
b.
Immune : Kebal atau terlindungi. Tubuh kita memiliki sistem
kekebalan tubuh yang dapat menangkal berbagai penyakit seperti flu,
batuk, demam dan lain lain. Sistem kekebalan tubuh kita akan menangkal penyakit
dengan membentuk antibody
c.
Deficiency : Kekurangan. Dalam AIDS kata deficiency
dilekatkan dengan kata immune, artinya tubuh kekurangan kekebalannya
untuk melindungi diri dari bakteri dan penyakit secara efektif.
d.
Syndrome : Sekumpulan simptom - simptom yang menunjukkan
adanya penyakit dalam tubuh kita. Dalam hal AIDS, ini berarti dalam tubuh kita
sudah ada virus HIV dan tubuh kita sudah mengalami penurunan kekebalan tubuh
yang membuat kita rentan terhadap infeksi infeksi oportunistik, seperti TBC,
Meningitis, dan lymphoma
HIV
merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency virus. yang masing
masing katanya mengandung arti yaitu :
a. Human : manusia. Virus ini hanya
menyerang manusia. Jadi, HIV hanya menular antar manusia. Binatang seperti
monyet, kelinci, kucing, nyamuk tidak akan menularkan HIV
b. Immunodeficiency : kekebalan tubuh
yang menurun.
c.
Virus : benda yang sangat kecil yang dapat menularkan
penyakit.
2.
Etiologi
AIDS
merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T
CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel
T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+
dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah
membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200
per mikroliter darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya
ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi
infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya
AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di
dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa
terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS
ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah
mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan
penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai
20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh
untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang
terinfeksi.Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang
yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang
pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya
seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan
genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang
kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi
genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju
perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang
sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS,
serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.
3.
Manifestasi Klinis
Orang
yang terinfeksi HIV pada awalnya tidak menunjukan gejala secara jelas, Orang
yang terinfeksi virus HIV mungkin tidak terlihat bahkan tidak merasa sakit.
Namun pada orang dewasa apabila menderita gejala seperti Batuk kering atau flu
yang tidak kunjung sembuh-sembuh, dan terinfeksi TB paru yang tidak sembuh
sembuh setelah pengobatan (rentan bisa tertular HIV), diare, sariawan atau
sakit tenggorokan yang tidak sembuh sembuh sampai bulanan,lemah, ruam pada
kulit yang tidak sembuh-sembuh, pembengkakan kelenjar tidak sembuh-sembuh,
berat badan yang terus turun harus diwaspadai dan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan screening untuk HIV, yaitu dengan pemeriksaan CD4. CD 4 adalah
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih
manusia, terutama sel-sel limfosit. CD 4 pada orang dengan sistem kekebalan
yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang
seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada
orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang
terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol). HIV menjadi AIDS membutuhkan jangka waktu yang
lama. HIV akan berkembang menjadi AIDS jika penderita tersebut menunjukkan tes
HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang-kurangnya 2
gejala mayor dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan
lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV. Gejala mayornya adalah berat
badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronis yang berlangsung lebih
dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan
gangguan neurologis, demensia/ HIV ensefalopati. Sedangkan gejala minornya
adalah batuk menetap lebih dari 1 bulan, kelainan kulit (dermatitis
generalisata),herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang, kandidias
orofaringeal, herpes simpleks kronis progresif, limfadenopati generalisata,
infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
4.
Epidemiologi
Penularan
(transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara
sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat
kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa
pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung,
dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa
dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk
melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum
meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan
sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi
HIV.
Penyakit
menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan
gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin,
dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan
makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika
Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat
kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin
seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko
tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya
penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan
trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi
HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan
pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai
tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak
dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau
sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah
sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan
terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba
vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang
yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih
mematikan.
5.
Patofisiologi
Virus
memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4.
Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur
reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag,
sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4
melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung
dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat
menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk
virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti
biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya.
Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya (Price
& Wilson, 1995).
Siklus
replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan.
Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin
(TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus
(CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya,
pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas
HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini
kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari
kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistik
(Brunner & Suddarth, 2001).
Sesudah
infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi
oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan
infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV
diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi
tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi
HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat
kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya
terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan
oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang
terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10
tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Brunner & Suddarth, 2001).
6.
Pencegahan
a. Hindari
Kontak dengan Darah yang terinfeksi HIV
Cara yang paling umum untuk menularkan HIV adalah melalui
kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi HIV. Transfusi, atau kontak
dengan luka, dapat menyebabkan virus menyebar dari satu orang ke orang lain.
Transmisi dengan darah dapat dengan mudah dihindari melalui tes darah dan
menghindari kontak dengan luka jika seseorang positif terinfeksi HIV, jika Anda
harus berurusan dengan luka dari pengidap HIV/ AIDS, pastikan untuk memakai
pakaian pelindung seperti sarung tangan karet.
b. Hati-hati
dengan Jarum suntik dan peralatan Bedah
Obat infus, jarum suntik dan peralatan tato dapat menjadi
sumber infeksi HIV. Jarum tato senjata,, dan pisau cukur adalah alat yang
berpaparan langsung dengan darah orang yang terinfeksi. Berikut adalah beberapa
hal yang harus Anda perhatikan ketika menggunakan jarum dan peralatan bedah:
1) Jangan menggunakan kembali Alat
suntik sekali pakai.
2) Bersihkan dan cuci peralatan bedah
sebelum menggunakannya.
3) Jika Anda ingin tato, pastikan itu
dilakukan oleh sebuah toko tato bersih dan sanitasi.
4) Hindari penggunaan obat-obat
terlarang dan zat yang dikendalikan intravena.
c. Gunakan
Kondom
Cara lain untuk penularan HIV adalah melalui kontak seksual
tidak terlindungi. kondom adalah baris pertama pertahanan Anda untuk
menghindari terinfeksi HIV. Hal ini sangat penting untuk menggunakan kondom
saat berhubungan seks, tidak hanya akan mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV,
tetapi juga dapat melindungi diri dari infeksi menular seksual lainnya. kondom
Lateks adalah yang terbaik, tetapi Anda juga dapat menggunakan kondom
polyurethane. Jangan menggunakannya kembali dan pastikan bahwa tidak ada yang
rusak di hambatan saat menggunakannya.
d. Hindari
Seks Bebas
HIV dan AIDS yang lebih lazim untuk orang dengan banyak
pasangan seksual. Jika Anda hanya memiliki satu pasangan seksual, Anda secara
dramatis dapat meminimalkan kemungkinan tertular HIV atau mendapatkan AIDS.
Namun itu tidak berarti bahwa Anda dapat berhenti menggunakan kondom, Anda
masih harus melakukan seks dilindungi bahkan jika Anda setia pada pasangan
seksual Anda.
BAB IV
HIPOTESA
1.
Masyarakat yang berlatar pendidikan SD tingkat pengetahuan
tentang penyakit HIV/AIDS rendah di bandingkan dengan masyarakat yang berlatar
pendidikan SMA atau di atasnya.
2.
Masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah yang kurang
mendapat informasi, kurang mendapat pendidikan tentang penyakit HIV/AIDS di
banding masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan sumber informasi.
3.
Masyarakat yang memiliki budaya atau kebiasaan hidup dengan
seks bebas lebih rentan terkena HIV/AIDS di bandingkan dengan masyarakat yang
berbudaya teratur dan memiliki kebiasaan sehat.
BAB V
PENGUMPULAN DATA
1. Sample 10 orang di ambil dari
masyarakat yang menderita HIV/AIDS dengan cara memberikan quesioner tentang
pertanyaan yang berkaitan dengan penyakit HIV/AIDS, serta observasi terhadap
lingkungan penderita HIV/AIDS.
2. Sample 10 perawat di RSUD Banyumas
dengan memberikan questioner tentang pencegahan penyakit dan pengobatan yang
selama ini di lakukan oleh perawat untuk mengatasi HIV/AIDS.
3. Sample 10 orang di ambil dari
masyarakat wilayah Cilacap tentang gambaran pengetahuan mereka tentang penyakit
HIV/AIDS.